Logo Bloomberg Technoz

Stok di awal 2025 ini tercatat sebanyak 65,6 ribu ton, yang kemudian juga ditambahkan proyeksi produksi sapi/kerbau dalam negeri setahun di angka 410,3 ribu ton dan hasil pemotongan sapi/kerbau bakalan di 141,3 ribu ton, sehingga total ketersediaan berada di angka 617,3 ribu ton.

Sementara itu, proyeksi kebutuhan konsumsi setahun secara nasional berada di angka 766,9 ribu ton. Dengan kata lain, kebutuhan daging dalam negeri ini terbilang masih kurang hampir 150 ribu ton dari proyeksi ketersediaan.

Kemudian, komoditas kedelai dan bawang putih, berdasarkan proyeksi yang sama hasil olahan Bapanas, juga saat ini masih memerlukan impor dari luar negeri.

Ketersediaan kedelai yang berasal dari stok awal tahun dan perkiraan produksi setahun di 2025 totalnya berkisar 392 ribu ton. Sedangkan, kebutuhan konsumsi setahun berada di angka hingga 2,6 juta ton, yang berarti masih kurang sekitar 2,2 juta ton.

Kemudian, ketersediaan bawang putih saat ini tercatat sebanyak 110 ribu ton yang berasal dari akumulasi stok awal tahun sebanyak 87 ribu ton dan perkiraan produksi sepanjang tahun ini yang hanya 23 ribu ton.

Sementara itu, estimasi kebutuhan konsumsi bawang putih sepanjang tahun ini di dalam negeri bisa mencapai 622 ribu ton. Artinya, ketersediaan dibandingkan kebutuhan juga masih kurang sekitar 512 ribu ton.

"Jadi kalau sudah ada perhitungannya, dibuka begitu. Jangan hanya 1-2 saja pihak saja yang terima kuota itu. Komoditas yang diimpor pun hanya yang kurang atau insufficient. Misalnya produksi dalam negeri daging, itu kan tidak bisa mencukupi seluruh kebutuhan kita," tutur Adi.

Kendati demikian, Adi mengatakan pemerintah tetap mengutamakan produksi pangan dalam negeri. Neraca Komoditas yang disusun pun tentunya selalu mengusung spirit melindungi petani dan peternak Indonesia.

"Produksi dalam negeri itu selalu menjadi yang utama. Nomor satu itu. Adapun kalau belum cukup atau insufficient, nah itu baru dipikirkan pengadaan dari luar negeri. Jadi pengadaan dari luar negeri itu adalah alternatif terakhir," terang Arief.

"Presiden juga mempertimbangkan perlu adanya trade balance. Jadi kalau kita ekspor ke suatu negara, kita juga perlu menyeimbangkan impor kita dari sana sesuai kebutuhan kita. Tapi kita juga harus sambil meningkatkan produksi dalam negeri."

(ain)

No more pages