“Presiden, gubernur, wali kota itu kan memang pertama ada waktunya itu 5 tahunan, jadi 2 periode, paling banyak itu 10 tahun. Jadi ada batasannya. Oleh karena itu untuk kepala desa itu yang pas betul apa mau disamakan dengan presiden, gubernur dan bupati atau bagaimana?” imbuhnya.
Namun Wapres menekankan, selain dari sisi perpanjangan masa jabatan, yang terpenting adalah bagaimana membuat sebuah desa menjadi maju dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Kinerja kepala desa karena itu menjadi yang paling penting.
“Kalau yang sedang kita pikirkan itu bagaimana membuat desa itu sejahtera. Bagaimana desa itu punya fungsi bisa membangun desanya,” kata dia.
“Itu nanti akan ada pemerintah dan DPR membicarakan yang tepat, yang maslahat, yang baik, supaya bisa desa itu dibangun menjadi desa yang maju nantinya,” lanjutnya.
Sementara Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai permintaan massa kades ini menunjukkan miskinnya pemahaman pentingnya mewariskan nilai-nilai terbaik ke generasi berikutnya.
"Sulit untuk tidak menghubungkan wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa dengan usulan tiga periode masa jabatan kepala negara yang isunya pun seolah tidak pernah surut sampai hari ini," lanjutnya.
Oleh karena itu lembaga penelitian tersebut meminta agar Presiden Jokowi dan DPR menolak wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa dan menunda rencana untuk merevisi UU Desa sampai setelah Pemilu 2024.
Di kesempatan berbeda, Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) meminta agar kepala desa bisa menjabat hingga 27 tahun dengan tiga kali periode. Menurut Apdesi, masa jabatan kades maksimal 2 periode justru meragukan kepala desa karena kadang tak bisa melanjutkan programnya.
(ezr/frg)