Hingga saat ini, kata dia, sekitar 54% dari keseluruhan impor LPG di Indonesia berasal dari AS. Bahlil juga menjelaskan kajian yang saat ini sedang dilakukan oleh pemerintah meliputi nilai keekonomian ihwal penambahan volume impor migas dari AS.
“Logikanya, seharusnya lebih mahal [impor dari AS] karena transportasinya. Akan tetapi, buktinya harga LPG dari Amerika Serikat sama dengan dari Timur Tengah. Jadi, saya pikir semua ada cara untuk menghitung,” jelas dia.
Meski Indonesia berencana untuk menggenjot impor migas dari AS, Bahlil menyampaikan tidak ada rencana bagi pemerintah untuk menghentikan impor migas dari Singapura, Afrika, maupun Timur Tengah.
“Tidak distop, volumenya yang mungkin dikurangi,” ujarnya. “Dalam bisnis kan yang penting adalah produk yang diterima di negara kita karena dengan harga yang kompetitif.”
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya mengatakan Indonesia akan merealokasi sumber impor LPG dan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) ke AS agar terhindar dari pengenaan tarif tambahan Trump. Walakin, Bahlil mengklarifikasi RI tidak menambah akan mengimpor LNG dari AS, melainkan hanya LPG.
Airlangga menegaskan pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menyanggupi keinginan AS dalam penyeimbangan neraca perdagangan bilateral kedua negara melalui jalur negosiasi. Salah satunya adalah dengan janji untuk membeli LPG dan LNG dari Negeri Paman Sam.
“[Melalui] pembicaraan dengan Menteri ESDM [Bahlil Lahadalia], kita—sesuai arahan Presiden [Prabowo Subianto] — kita juga disiapkan untuk membeli LPG dan LNG, peningkatan dari Amerika,” kata Airlangga dalam agenda Sarasehan Ekonomi, Selasa (8/4/2025).
Rencana memacu pembelian LPG dan LNG dari AS, kata dia, tidak akan membuat pembengkakan volume impor kedua komoditas energi tersebut. Pasalnya, pemerintah hanya akan mengganti sumber impor LPG dan LNG dari negara lain menjadi AS.
Dengan demikian, dia memastikan rencana pembelian LNG dan LPG dari Negeri Paman Sam tidak akan menambah beban anggaran subsidi energi dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
“Ini tidak menambah, tetapi realokasi pembelian, di-switch [ke AS]. Jadi tidak mengganggu APBN,” tegasnya.
Sekadar informasi, hingga saat ini Indonesia mengimpor sekitar 6—7 juta ton LPG per tahun untuk kebutuhan domestik sekira 8 juta ton per tahun. Hal ini menyebabkan beban ekonomi sekitar Rp63,5 triliun per tahun dalam APBN.
Adapun, sumber utama impor LPG Indonesia berasal dari Uni Emirat Arab (UEA), Qatar, Arab Saudi, Algeria, dan AS.
(mfd/wdh)




























