Logo Bloomberg Technoz

Trump Naikkan Tarif, RI Bisa Panen 'Durian Runtuh'?

Redaksi
09 April 2025 09:10

Menko Keuangan Sri Mulyani dalam Sarasehan Ekonomi. (Tangkapan layar/Youtube TVRI)
Menko Keuangan Sri Mulyani dalam Sarasehan Ekonomi. (Tangkapan layar/Youtube TVRI)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Pemerintah Indonesia melihat peluang besar untuk memperkuat kerja sama dagang bilateral dan regional menyusul tingginya tarif impor Amerika Serikat (AS) terhadap berbagai negara. Kondisi ini membuka ruang bagi Indonesia untuk mengambil alih pangsa ekspor dari negara-negara yang terdampak, sekaligus memperkuat ketahanan ekonomi nasional melalui diversifikasi pasar.

“Peluang trade diversion (diversifikasi perdagangan) harus dimaksimalkan. Kita bisa ambil alih porsi ekspor dari negara-negara seperti Vietnam, Bangladesh, dan China yang kini dikenai tarif tinggi oleh AS,” demikian disebutkan dalam paparan Kementerian Keuangan RI bertajuk Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Nasional di Tengah Gelombang Perang Tarif Perdagangan, di Jakarta, pada Selasa (8/4/2025).

AS menerapkan tarif resiprokal hingga 64% untuk beberapa negara, sementara Indonesia hanya dikenai tarif 32%. Ini menempatkan Indonesia dalam posisi strategis sebagai alternatif pemasok utama ke pasar AS, khususnya di sektor tekstil dan produk garmen, alas kaki, elektronik, hingga produk perikanan.

Presiden AS Donald Trump saat pengumuman tarif di Rose Garden Gedung Putih di Washington, DC, AS,Rabu (2/4/2025). (Kent Nishimura/Bloomberg)

Barang Impor Tertentu Dapat Insentif

Sebagai respons terhadap dinamika global ini, pemerintah juga menyesuaikan kebijakan bea masuk dan PPh impor. Produk-produk strategis seperti besi baja, alat kesehatan, produk teknologi informasi, serta bahan baku industri mendapatkan penyesuaian tarif yang lebih rendah.

“Penyesuaian tarif ini setara dengan penurunan beban 5% hingga 10%, bergantung pada kategori barang,” terang Kemenkeu.