Logo Bloomberg Technoz

Bila menghitung faktor lag effect, pelemahan rupiah hari ini mencerminkan performa terburuk kedua di Asia setelah baht yang bahkan melemah hingga 2,3% dibanding posisi terakhir 27 Maret lalu.

Namun, pelemahan rupiah lebih dalam dibanding ringgit dan rupee pada periode tersebut. Bahkan peso Filipina pada saat yang sama, justru berhasil menguat 0,11%.

Perbandingan performa rupiah spot versus mata uang Asia lain dari posisi 27 Maret sebelum libur Lebaran (Riset Bloomberg Technoz)

Sementara kurs tengah Bank Indonesia, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) ditutup melemah 1,71% di level Rp16.849/US$, terlemah sejak data dikompilasi oleh Bloomberg mulai tahun 2013.

Adapun melihat pergerakan rupiah di pasar mancanegara (offshore), kontrak NonDeliverable Forward (NDF) rupiah terpantau bergerak kembali melemah setelah pasar Eropa dibuka.

Rupiah NDF-1M pada pukul 15:52 WIB menyentuh Rp16.974/US$, mencerminkan pelemahan 0,35% dibanding hari sebelumnya.

Namun, level itu sudah 'mendingan' karena pagi tadi rupiah NDF sempat menyentuh Rp17.117/US$. Sementara level terkuat rupiah offshore hari ini ada di posisi Rp16.862/US$.

Pasar keuangan domestik hari ini baru dibuka dan langsung dihantam kemelut sentimen global yang sudah dalam sepekan terakhir memicu arus jual besar-besaran di seluruh dunia.

IHSG pagi tadi langsung terkena trading halt karena dibuka anjlok 9,2%. Jelang penutupan, IHSG masih di kisaran 5.992,57 tertekan 7,96%.

Sementara harga surat utang negara juga tertekan, terindikasi dari kenaikan imbal hasil mayoritas tenor SUN. 

Jelang penutupan bursa, yield SUN-1Y sudah melesat 22,7 bps menyentuh 6,854% seperti dilihat dari data OTC Bloomberg.

Adapun yield 5Y naik 9,1 bps, dan 10Y yang tadi pagi melompat 17 bps kini melandai dengan kenaikan 9,4 bps kini di 7,099%.

Pergerakan rupiah spot, NDF offshore juga JISDOR, IHSG, Yield SUN serta DXY pada hari pertama pasar dibuka 8 April 2025 (Riset Bloomberg Technoz)

Deregulasi dan reformasi

Rupiah juga indeks saham berikut harga surat utang juga bergeming, tak beranjak dari pelemahan ketika Presiden Prabowo Subianto bersama jajaran menteri utama sektor perekonomian, memberikan paparan di hadapan para pengusaha dan ekonom dalam acara Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri.

Pemerintah untuk pertama kali sejak pecah kemelut perang dagang dan jatuh vonis tarif oleh Trump sebesar 32% pada RI, menyatakan, dampak perang dagang ke perekonomian domestik akan bisa diredam.

"Ekspor Indonesia ke AS hanya menyumbang 2,2% dari total PDB, berbeda dengan Vietnam yang mencapai 33%. Dampaknya ke Indonesia bisa diredam. Artinya, Indonesia lebih tangguh menghadapi gejolak pasar AS dan bisa mencari alternatif pasar ekspor," papar Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Sarasehan Ekonomi, Selasa (8/4/2025).

Kendati tak signifikan, menurut Airlangga, Presiden Prabowo tetap menginstruksikan seluruh jajaran Kabinet Merah Putih, khususnya menteri bidang ekonomi, untuk waspada terhadap dampak kebijakan Trump.

Sejumlah kebijakan deregulasi dan reformasi akan digeber demi meredam dampak perang dagang dan pengenaan tarif AS.

Salah satunya dengan memperluas pasar perdagangan, dan tidak hanya bergantung pada AS. Misalnya, dengan mengoptimalkan ekspor ke pasar utama Indonesia, yakni China, yang kini bernilai mencapai US$26 miliar, dan India dengan nilai perdagangan US$21 miliar.

Langkah terdekat adalah pemerintah akan mengimpor LPG dan LNG dari Amerika dalam jumlah lebih besar sebagai bagian dari negosiasi tarif, kata Airlangga.

Dalam forum yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani menambahkan, Pemerintah RI berencana mengurangi pajak impor, menghapuskan kuota impor, lalu menyesuaikan pajak ekspor CPO, kemudian memperpendek proses audit juga mempercepat tax refund pada korporasi dan individu.

Menkeu Sri juga mengatakan, program ikonik Presiden Prabowo juga masih dalam perencanaan APBN. "Kami akan terus menjaga APBN khususnya utang dan defisit agar tetap bijaksana dan transparan. Kami menjaga APBN sebagai jangkar dalam menjaga kepercayaan," kata Sri Mulyani. 

(rui)

No more pages