Logo Bloomberg Technoz

Kenaikan harga CDS mengindikasikan para investor menaikkan pembelian asuransi akan terjadinya kegagalan kredit sebuah institusi atau negara penerbit surat utang, karena menilai situasi saat ini lebih berisiko dari sebelumnya. 

Gejolak pasar global mengerek premi risiko CDS Indonesia dan menjatuhkan rupiah di pasar offshore (Riset Bloomberg Technoz)

Surat utang diserbu

Kejatuhan harga saham dan aset-aset yang dinilai berisiko, memicu pergerakan modal global menyerbu aset-aset yang dinilai lebih aman.

Dalam episode 'tsunami Trump' kali ini, yen Jepang dan surat utang pemerintah terutama US Treasury, yang diterbitkan Pemerintah AS, jadi aset safe haven.

US Treasury di semua tenor pada sesi perdagangan Asia pagi ini, terpangkas hingga 15 basis poin untuk tenor pendek 2Y, menyentuh 3,534%.

Kurva imbal hasil membentuk bullish steepening yakni ketika yield tenor pendek turun lebih banyak ketimbang tenor panjang. Yield 10Y Treasury pagi ini juga turun, yaitu sebesar 9,2 bps di level 3,936%.

Bukan hanya Treasury saja yang jadi buruan. Obligasi Pemerintah Jepang, JGB, juga diserbu di mana yield di semua tenor tercatat turun terutama tenor 7Y dan 20Y yang terpangkas hingga 9,8 bps dan 8,3 bps pagi ini.

Obligasi Pemerintah Korea Selatan, KTB, bahkan turun yieldnya sampai 20,3 bps untuk tenor 3Y menyentuh 2,422%.

Sementara di belahan bumi selatan, obligasi Pemerintah Australia juga diserbu hingga harganya melonjak dan yield-nya terpangkas. Kurvanya membentuk bullish steepening di mana yield 2Y turun 9,3 bps pagi ini.

Penurunan yield US Treasury pagi ini, kembali memperlebar selisih imbal hasil dengan Surat Utang Negara RI. Yield spread pagi ini mencapai 306 basis poin. Pada penutupan pasar sebelum libur lebaran, yield SUN 10Y ada di level 7,004%.

Rupiah offshore terbenam

Kenaikan premi CDS pagi ini sulit dilepaskan dari gejolak pasar keuangan global yang makin menghebat dengan negara-negara besar seperti China, Uni Eropa melayangkan 'serangan' balasan pada AS di bawah Presiden Donald Trump yang telah menjatuhkan tarif besar-besaran pada hampir semua negara.

Gejolak itu telah merata merontokkan semua pasar saham di seluruh dunia. Indeks saham di Wall Street ambles ke level terendah sejak pandemi lima tahun silam pada pekan lalu.

Turbulensi berlanjut di Asia pagi ini di mana hampir semua bursa utama berjatuhan karena aksi jual para investor.

Valuta Asia juga amblas. Rupiah spot yang belum diperdagangkan karena pasar masih belum buka, sejauh ini masih terisolasi dari dampak gejolak.

Namun, pergerakan rupiah NonDeliverable Forward (NDF) di pasar mancanegara mungkin bisa menjadi cerminan apa yang akan melanda rupiah di pasar spot pada Selasa esok.

Rupiah NDF pagi ini 'rontok' semakin dalam menjebol Rp17.339/US$ pada pukul 09:24 WIB, ambles hampir 2% hanya dalam hitungan jam.

Sementara di pasar spot Asia, mayoritas mata uang melemah terhadap dolar dipimpin oleh ringgit dan peso yang ambles nilainya 0,75%. Sedangkan yen Jepang menguat 0,2% karena diburu sebagai aset aman para pemodal global.

Di bursa saham, tidak ada yang lolos dari tsunami jual. Indeks Hang Seng ambles 9,1%. Bursa saham di Jepang juga ambles hampir 8% pagi ini baik Nikkei maupun indeks Topix. Sementara indeks saham di Korea, Kospi dan Kosdaq yang tergerus 5%. 

Bursa saham di China juga 'rontok' berjamaah. CSI 300 jatuh 4,8% pagi ini, disusul oleh Chinext Index yang tergerus hampir 7%.

Bursa saham di Taiwan juga tergulung tsunami global di mana indeks Taiex rontok 9,8% akibat saham-saham kakap semikonduktor juga Foxconn turun sampai 10%. Bursa saham Singapura juga jatuh terdalam sejak resesi akibat pandemi Covid-19.

Indeks MSCI Asia Pasifik amblas 6,3% pagi ini, seperti ditunjukkan oleh data Bloomberg.

(rui)

No more pages