Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Investor legendaris Warren Buffet telah lama menyicil pengurangan aset-aset di saham termasuk saham teknologi besar, lantas mengalihkannya menjadi aset kas atau setara kas seperti surat utang tenor pendek, sampai nilainya luar biasa besar.

Langkah Buffet yang terus menerus mengurangi aset saham dan nyaman dengan nilai aset kas bernilai fantastis, kini seakan mendapatkan validasi di tengah kondisi pasar global yang menghadapi 'tsunami' perang dagang, menjatuhkan banyak investor dalam situasi kerugian besar.

Nilai pasar di bursa saham Amerika Serikat telah menguap hanya dalam dua sesi perdagangan saja, sebesar US$ 5,4 triliun, setara dengan Rp89.456,4 triliun, terpicu ketakutan akan pecahnya resesi dan dampak buruk dari perang dagang yang disulut oleh Presiden AS Donald Trump. 

"Ketika ada ketakutan di pasar, seperti ditunjukkan oleh indeks VIX [yang mengukur volatilitas di pasar], semuanya akan dijual. Rasanya seperti langit runtuh," kata Jay Woods, Chief Global Strategist di Freedom Capital Market, dilansir dari Bloomberg News.

Indeks VIX yang mencerminkan volatilitas dan ketakutan pasar melesat tajam (Bloomberg)

Nyatanya, bukan hanya bursa di Wall Street saja yang ambruk. Kejatuhan harga saham melanda di hampir semua negara, meninggalkan para investor yang dipaksa menelan nilai kerugian begitu besar akibat 'bom perang dagang' yang dipicu di Rose Garden oleh Trump pada 2 April lalu.

Buffet seakan telah mencium bahwa hari-hari gelap di pasar seperti saat ini, memang akan terjadi. Perang tarif nan agresif disulut oleh Trump, diperkirakan akan menjatuhkan perekonomian AS dalam resesi tahun ini.

Oleh karena ukuran ekonominya masih menjadi terbesar di dunia sampai detik ini, resesi AS berarti pula resesi perekonomian global. Dampaknya kemungkinan bisa jauh sampai ke dapur-dapur orang Indonesia.

Keputusan Buffet mengurangi eksposur di saham dan menumpuk aset kas sudah dilakukan sejak tahun lalu, ketika pasar keuangan global 'masih baik-baik saja', juga para investor masih diliputi optimisme di mana kekacauan pasar seperti yang terlihat sekarang masih tak terbayangkan oleh mayoritas pelaku pasar.

Dalam informasi publik terakhir yang dirilis, investor kawakan berusia 92 tahun itu, melalui perusahaan investasi yang ia miliki yaitu Berkshire Hathaway, tercatat memiliki aset kas atau setara kas senilai US$ 325,2 miliar. Dengan kurs JISDOR terakhir, angka itu setara dengan Rp5.387,2 triliun.

Timbunan aset likuid Buffet didapatkan salah satunya dari penjualan saham Apple yang membuat posisinya di saham teknologi kakap itu telah berkurang hampir 60% yaitu dari US$ 174,3 miliar pada akhir 2023 menjadi US$ 69,9 miliar pada kuartal III-2024. Sebelumnya, Buffet juga dilaporkan melepas saham energi Chevron, juga saham Bank of America (BofA).

Toko Apple. (Bloomberg)

Langkah Buffet mengurangi eksposur di aset berisiko seperti saham, dilakukan ketika harga saham-saham tersebut tengah di atas angin. Penjualan saham BofA misalnya, pada satu periode penjualan telah memberikan cuan ke kantong investor asal Omaha itu sebesar US$ 7,2 miliar, sekitar Rp119,3 triliun.

Agresivitas Buffet menjual saham-saham populer bahkan ketika pasar masih diliputi sentimen bullish, seolah menggemakan lagi prinsipnya dalam berinvestasi. Yakni, 'Jadilah takut ketika semua orang rakus dan jadilah rakus ketika semua orang tengah takut."

Buffet menjual saham ketika harganya tengah naik dan pasar masih hijau, serta tak segan mengalihkannya ke instrumen lebih konservatif dengan potensi return lebih kecil ketimbang saham. Alhasil, di kala kini harga saham berjatuhan, Buffet telah mengamankan cuan dan memiliki posisi kas sangat besar untuk bisa menyerok saham-saham yang harganya sudah berjatuhan di bawah nilai wajarnya.

Dalam pernyataannya pada Mei tahun lalu, Buffet menjelaskan mengapa ia tak henti menjual saham dan terus menimbun dana tunai. Ia mengakui, langkah itu tak terlepas dari pandangannya yang muram tentang situasi pasar dan perekonomian.

“Kami ingin membelanjakannya, namun kami tidak akan membelanjakannya kecuali kami berpikir [sebuah bisnis] melakukan sesuatu yang risikonya sangat kecil dan dapat menghasilkan banyak uang bagi kami… sepertinya saya tidak punya uang mogok makan atau semacamnya sedang terjadi. Hanya saja… segala sesuatunya tidak menarik," kata Buffet seperti dilansir dari media lokal, beberapa waktu lalu.

Terancam resesi

Bom tarif yang dijatuhkan oleh Trump telah memicu ketakutan besar di pasar akan dampak fatalnya terhadap perekonomian global.

Kebanyakan pelaku pasar berlomba keluar dari pasar ekuitas dan memburu aset safe haven saat ini seperti US Treasury, emas sampai yen Jepang. 

Harga minyak dunia anjlok, terpangkas lebih dari 13% hanya dalam dua hari, mengingatkan pada kejatuhan kala pandemi pecah.

Imbal hasil US Treasury, terpangkas hingga double digit, mengindikasikan serbuan para pemodal ke instrumen fixed income tersebut hingga harganya melesat dan yield-nya turun.

Yield UST-10Y kini ada di bawah 4%, terakhir terjadi pada awal Oktober tahun lalu. Sedangkan tenor pendek yang sensitif terhadap pergerakan bunga acuan, saat ini ada di 3,652%, terendah dalam enam bulan.

Kejatuhan imbal hasil obligasi, yang terjadi juga pada surat utang pemerintah negara lain mulai Jepang, Australia, Prancis sampai Jerman, seolah memberi sinyal ketakutan pasar akan pecah resesi ekonomi makin besar.

Dalam dua hari perdagangan, nilai pasar saham Wall Street 'hangus' US$ 5 triliun (Bloomberg)

Bank-bank investasi besar di Wall Street menyebut, resesi ekonomi AS kemungkinan terjadi tahun ini. Terakhir, JPMorgan Chase & Co. merilis proyeksi terbaru untuk ekonomi AS.

Bank investasi itu memperkirakan, AS akan jatuh dalam resesi tahun ini akibat terdampak tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Trump.

"Kami sekarang memperkirakan PDB riil berkontraksi terbebani tarif, dan untuk setahun penuh kami memperkirakan pertumbuhan PDB riil sebesar -0,3%, turun dari 1,3% sebelumnya," kata Kepala Ekonom JP Morgan Michael Feroli, pada hari Jumat (4/4/2025) dalam sebuah catatan kepada klien.

"Perkiraan kontraksi perekonomian diperkirakan akan menekan penyerapan tenaga kerja dan seiring waktu meningkatkan tingkat pengangguran menjadi 5,3%," tambah Feroli.

Ekonom UBS juga menilai, perekonomian terbesar di dunia itu akan terkontraksi selama dua kuartal.

"Sudah jelas bahwa adanya penyesuaian yang begitu besar itu akan menimbulkan risiko penurunan yang signifikan terhadap ekspansi [ekonomi]. Penilaian kami, [kebijakan tarif] tidak hanya akan menaikkan inflasi hingga 2026 akan tetapi juga akan menyebabkan penurunan Produk Domestik Bruto [PDB] dan kenaikan tingkat pengangguran. Kami prediksi pertumbuhan PDB Amerika akan negatif selama dua kuartal," kata Jonathan Pingle, Chief Economist UBS, dilansir dari Bloomberg News. 

Perkiraan terjadinya kontraksi pertumbuhan di AS juga datang dari Barclays Plc., bank investasi asal Inggris. Ekonom Barclays memprediksi, pertumbuhan ekonomi AS berpeluang terkontraksi 0,1%.

Para investor di Tanah Air sampai hari ini masih menjadi 'penonton' segenap kekacauan nan dramatis di pasar global sepekan terakhir. Pasar keuangan Indonesia masih tutup karena libur panjang Lebaran dan baru kembali aktif pada Selasa pekan depan.

Bila berkaca pada apa yang terjadi pada pasar keuangan di semua negara, sepertinya mustahil bursa modal RI akan 'baik-baik saja'. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi turut terseret tsunami perang dagang, terlebih ketika nilai rupiah makin kehilangan marwah di mana-mana.

Di pasar offshore pada penutupan perdagangan Jumat kemarin, rupiah NonDeliverable Forward (NDF) ditutup ambles di level Rp17.023/US$, terburuk sejauh ini dan mencatat pelemahan 2,5% sepanjang pekan atau selama libur Lebaran.

Sementara selisih imbal hasil investasi surat utang RI dengan AS, kini melebar, sempat menyentuh 306 basis poin yang membuat yield surat utang RI jadi lebih menarik. Namun, risiko pelemahan rupiah lebih dalam mungkin akan mengerem minat modal global.

Pesan Buffet

Di tengah kepanikan dan ketakutan yang membesar di pasar, mungkin petuah dari investor yang sudah teruji beraneka macam periode krisis seperti Buffet, penting untuk disimak lagi.

Warren Buffet (Sumber: Bloomberg)

Buffet pernah menulis sebuah surat pada pada pemegang saham Berkshire di kisaran tahun 2017. Ia menekankan, pentingnya untuk bertahan pada strategi investasi jangka panjang, tak peduli setajam apapun volatilitas pasar. 

"Ketika terjadi penurunan besar, itulah saatnya memperhatikan kalimat-kalimat ini," kata Buffet menunjuk pada puisi Rudyard Kipling pada abad ke-19.

"Jika kamu bisa tetap tenang saat semua orang di sekitarmu kehilangan akal sehat mereka.. Jika kamu bisa menunggu dan tidak lelah menunggu... Jika kamu bisa berpikir dan tidak menjadikan pikiranmu sebagai tujuanmu.. Jika kamu bisa percaya pada dirimu sendiri saat semua orang meragukanmu.. Bumi dan semua isinya adalah milikmu.." demikian kata Buffet.

Pasar akan selalu mengalami naik turun. Berinvestasi selalu melibatkan risiko bahwa tujuan yang diharapkan tidak selalu bisa dicapai. "Lampu bisa berubah dari hijau ke merah tanpa berhenti di kuning," kata Buffet.

Dalam sebuah wawancara dengan CNBC, Buffet juga pernah mengatakan, "Jika Anda akan melakukan hal-hal bodoh karena harga saham Anda turun, Anda seharusnya tidak memiliki saham sama sekali," kata legenda pasar modal yang disebut sebagai 'Peramal dari Omaha' ini, menggarisbawahi pentingnya mengelola emosi ketika menjadi investor saham.

(rui)

No more pages