Dengan adanya bursa berjangka, eksportir dapat mengetahui harga CPO secara transparan dan adil. Jika harga yang terbentuk baik, dia meyakini biaya tambahan untuk asuransi tersebut tidak akan menjadi masalah bagi eksportir.
“Kami akan menjaga bursa akan betul-betul transparan. Asumsinya transparan itu sudah kesepakatan semua pihak, kesepakatan pasar. [Harga] idealnya jadi lebih baik lagi,” kata Didid.
Terkait dengan kemungkinan memberikan insentif bagi eksportir yang bertransaksi via bursa berjangka CPO, Bappebti mengaku belum mempertimbangkannya. Dalam jangka pendek, instansi tersebut akan lebih fokus pada memastikan kegiatan ekspor CPO berlangsung melalui bursa berjangka.
Rencana Komoditas Lain
Lebih lanjut, Didid tidak menutup kemungkinan ke depannya Bappebti akan mengimplementasikan skema bursa berjangka untuk produkturunan CPO selain yang berkode HS 15.111.000. Bappebti juga membuka peluang bursa berjangka akan diterapkan untuk komoditas ekspor lainnya seperti karet.
“Bisa saja [bursa berjangka diterapkan] pada komoditas yang lain. Kelapa misalnya, karet misalnya. Ya tidak tertutup kemungkinan,” tuturnya.
Dia mengatakan kehadiran bursa berjangka menjadi penting untuk komoditas ekspor andalan Indonesia. Menurutnya, sudah terlalu lama Indonesia tidak memiliki mekanisme pasar komoditas untuk mengakomodasi kegiatan ekspor impor di sektor tersebut.
“Tahun 1400-an orang Eropa datang ke Indonesia mencari komoditas, tetapi sampai sekarang kita tidak punya pasar komoditas. Kita punya banyak komoditas; kopi dan sebagainya. Namun, saya pikir, kalau [bursa CPO] ini sudah jadi, kita sudah punya model. Nanti [komoditas] yang lain mengikuti.”
(rez/wdh)