Logo Bloomberg Technoz

Kekhawatiran tersebut sudah berulang kali muncul di pasar dalam beberapa pekan terakhir, mengakhiri reli saham AS dan meningkatkan risiko kredit korporasi. Beberapa kali, investor sempat berharap bahwa Trump tidak akan benar-benar menerapkan tarif timbal balik yang ditargetkan ke negara-negara tertentu. Bahkan, saat konferensi pers dimulai, indeks saham sempat naik karena laporan awal yang keliru menyebutkan bahwa tarif akan dibatasi hanya 10% secara merata untuk semua negara—jauh lebih rendah dari yang dikhawatirkan.

Namun, optimisme itu sirna begitu Trump menegaskan bahwa ia akan mengenakan tarif minimum 10% untuk semua negara yang mengekspor ke AS serta tarif tambahan bagi sekitar 60 negara dengan defisit perdagangan terbesar dengan AS.

Pasar bereaksi cepat. Para pelaku usaha mulai mengantisipasi perlambatan ekonomi seiring dengan naiknya harga impor dan menurunnya kepercayaan konsumen. Inflasi yang melonjak juga memicu kekhawatiran bahwa bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) tidak akan bisa menurunkan suku bunga dengan tajam jika perekonomian AS mulai melemah.

"Tarif timbal balik yang lebih tinggi dari perkiraan ini akan memperpanjang ketidakpastian dan meningkatkan volatilitas di pasar," kata Michael Ball, Analis Makro dari Markets Live. "Respons awal terhadap pengumuman Trump mengindikasikan prospek stagflasi—perlambatan ekonomi yang disertai inflasi tinggi."

Kontrak berjangka S&P 500 turun 3,6% pada pukul 18.25 waktu New York, sementara Nasdaq 100 turun lebih dari 4%. Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun anjlok ke 4,11%, sementara dolar melemah terhadap semua mata uang utama di negara-negara G10.

Trump mengatakan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari rencana jangka panjang untuk menghidupkan kembali ekonomi AS dengan menciptakan kembali lapangan pekerjaan industri yang selama ini banyak dipindahkan ke luar negeri.

Namun, dalam jangka pendek, dampaknya justru menekan pasar saham AS dan nilai dolar, sementara pasar saham di Amerika Latin, Eropa, dan Asia justru menguat. Keuntungan yang selama ini didapat oleh investor AS pun mulai tergerus.

"Kebijakan ini bukan kabar baik bagi aset berisiko," ujar Priya Misra, manajer portofolio di JPMorgan Asset Management. "Secara keseluruhan, ini adalah kebijakan yang bersifat stagflasi. Dan ketidakpastian masih belum berakhir."

(bbn)

No more pages