“Lagian pulang ke Sukabumi butuh ongkos besar, lebih baik uangnya saya transfer ke orang tua saja langsung, tidak pakai-pakai ongkos."
Sebagai generasi sandwich yang menanggung hidup orang tuanya, ia juga tidak melakukan belanja Lebaran seperti tahun sebelumnya.
Biasanya, waktu ada kakaknya-kakaknya yang masih membantu biayai hidup orang tua, ia mengaku bisa beli baju Lebaran dan menyisihkan uang THR hingga Rp5juta.
Tapi, sekarang dia lebih memilih menggunakan baju yang ada untuk menyambut Lebaran IdulFitri.
“Sekarang lebih milih hemat saja sih gue, dan apa-apa sekarang mahal nggak sih? Gaji gue aja nggak naik-naik sejak tahun 3 di perusahaan ini,” ungkap ceritanya.
Sementara itu, cerita yang sama juga datang dari Mimi sebagai karyawan swasta. Ia juga memutuskan tidak pulang ke kampung pada momen Lebaran kali ini.
Dia pun merasa khawatir sejak perusahaannya melakukan perampingan karyawan di tengah kondisi ekonomi sulit seperti ini.
“Banyak teman-teman saya yang terkena perampingan, alhamdulilah sih saya nggak kena, cuma jadi mikir saja, mudik nggak dulu deh,” ujarnya.
Selain itu, mimi juga biasanya mengeluarkan belanjar Lebaran sekitar Rp7 juta untuk keperluan baju baru, THR, dan ongkos perjalanan mudik.
Namun Lebaran kali ini dia lebih memilih mengeluarkan uang hanyak untuk pengeluaran dapur saja.
“Paling sekarang cuma untuk keperluan dapur saja, tidak sampai Rp1 juta lebih. Sisanya saya tabung saja untuk keperluan anak-anak,” tambahnya.
Sebelumnya, Center of Reform on Economics (Core) Indonesia melihat adanya anomali konsumsi rumah tangga pada periode menjelang dan selama Ramadan 2025.
Menyitir laporan bertajuk "Awas Anomali Konsumsi Jelang Lebaran 2025", tren ramai-ramai berbelanja untuk kebutuhan Ramadan dan Idulfitri tidak terlihat.
Hingga pekan ketiga Ramadan, konsumsi rumah tangga masih lesu.
"Sebaliknya, ada sinyal kuat bahwa kelompok rumah tangga menengah ke bawah mengerem belanja. Kelesuan pada Ramadan dan menjelang hari raya ini adalah sebuah anomali yang menggambarkan ketidakberesan di ekonomi domestik Indonesia," papar tim Penulis yang terdiri dari Yusuf Rendy Manilet, Azhar Syahida, dan Dwi Setyorini, dikutip Selasa (27/3/2025).
Gejala anomali konsumsi rumah tangga menjelang Idulfitri tertangkap dari tren deflasi pada awal 2025.
Badan Pusat Statistik (BPS) kembali mencatat deflasi pada Februari 2025, baik secara tahunan (-0,09%), bulanan (-0,48%) maupun year to date (-1,24%). Secara agregat, inflasi inti memang masih cukup baik 0,25% (bulanan) dan 2,48% (tahunan).
Faktor terbesar penyumbang deflasi juga berasal dari kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga, yang dipicu oleh insentif diskon tarif listrik 50% yang diberikan pemerintah untuk rumah tangga kelas menengah sejak dari Januari hingga Februari 2025 lalu.
(dec/spt)