Bloomberg Technoz, Jakarta – Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia/Indonesian Coal Mining Association (APBI/ICMA) menyatakan penambang batu bara RI tengah mencari pasar atau negara tujuan baru untuk mengekspor di tengah kondisi kelebihan pasokan batu bara di China.
Stok batu bara di pusat transportasi utama China mendekati level tertinggi, dan lebih dari sepertiga lebih tinggi daripada pada waktu yang sama tahun lalu, menurut Asosiasi Transportasi dan Distribusi Batu Bara China atau China Coal Transportation and Distribution (CCTD).
Plt Direktur Eksekutif APBI/ICMA Gita Mahyarani mengungkapkan fenomena itu sudah diprediksi sejak tahun lalu yang menjadi puncak permintaan batu bara di Negeri Panda.
Walhasil, tahun ini permintaan batu bara dari China makin merosot. Hal itu sudah terdeteksi sejak saat perayaan Imlek, di mana penjualan komoditas tambang andalan RI itu tidak secemerlang beberapa tahun sebelumnya.

Penyesuaian RKAB
Berdasarkan data APBI, pada Januari 2025 permintaan batu bara China sekitar 16,7 juta ton. Untuk itu, perusahaan perlu mengantisipasi untuk melakukan produksi sesuai rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB).
“Namun, tentunya kembali lagi dengan permintaan. Saat permintaan sedang turun, penyesuaian perlu dilakukan seperti efisiensi produksi atau mencari market baru,” kata Gita saat dihubungi, dikutip Minggu (30/3/2025).
Soal mencari pasar baru, kata Gita, menjadi tantangan sendiri bagi pengusaha tambang tahun ini karena selain China, India juga tengah menggenjot produksi dalam negeri.
Sementara itu, beberapa negara tujuan di Asia Tenggara belum menunjukan permintaan yang signifikan. Akan tetapi, pasar domestik masih memungkinkan penjualan namun kebutuhan domestik pun sudah terukur. Sejauh ini, pengusaha masih berfokus dengan memenuhi kontrak yang ada saat ini.
Di sisi lain, Gita meyakini baik China ataupun India masih membutuhkan batu bara dari Indonesia sehingga permintaan dari kedua negara tersebut tidak akan langsung turun secara drastis.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sendiri sebelumnya pernah mendorong agar pengusaha batu bara di RI untuk mendiversifikasi pasar ekspor batu bara ke negara-negara berkembang seperti di kawasan Afrika, Asia Selatan, dan Asia Tenggara yang masih bergantung pada energi fosil.
Namun, Menurut Gita, Afrika Selatan juga merupakan produsen batu bara sehingga negara tujuan yang akan dibidik perlu diketahui secara spesifik bagian wilayahnya.
“Tapi top tujuannya [ekspor batu bara RI] masih China, India, Asia Tenggara,” ucap Gita.
APBI memperkirakan permintaan batu bara China memang akan terkikis sekitar 6,7% dari 332,2 juta ton pada 2024 menjadi 309,7 juta ton pada 2030.

Terpisah, Indonesia Mining Association (IMA) memproyeksikan ekspor batu bara RI ke China pada 2025 terkontraksi sebesar 4% dibandingkan dengan realisasi tahun lalu.
“Pada 2025, ekspor [batu bara] ke China diproyeksi berkurang 3%—4% dari 2024, [padahal] tahun lalu, permintaan impor batu bara dari RI meningkat 10% dibandingkan dengan periode 2023,” kata Direktur Eksekutif IMA Hendra Sinadia saat dihubungi, dikutip Minggu (30/3/2025).
Hendra menyebut Indonesia menyumbang hampir 50% volume batu bara yang diimpor China sebanyak 542,7 juta ton pada 2024. Dengan demikian, jika terjadi penurunan permintaan sebesar 3%—4%, maka dampaknya tidak akan terlalu besar terhadap Indonesia.
“Tahun ini impor batu bara China masih cukup bagus, cuma mungkin tidak sebesar tahun lalu. Produksi batu bara China tahun ini juga cukup besar,” tutur Hendra.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor batu bara Indonesia ke China berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada 2021, volumenya mencapai 108,49 juta ton, sebelum anjlok ke 69,69 juta ton pada 2023, dan naik lagi menjadi 81,68 juta ton pada 2023. Pada 2024, permintaan batu bara RI dari China mencapai 93,16 juta ton.
Dalam perkembangan terbaru, harga spot batu bara belum mencapai titik terendah, menurut analis Morgan Stanley termasuk Sara Chan pekan ini.
Sebagian besar penambang China dapat mengalami kerugian jika harganya turun di bawah 400 yuan per ton, Bloomberg Intelligence mengatakan pada Kamis (27/3/2025). Itu sekitar 40% di bawah level saat ini.
Raksasa milik negara China Shenhua Energy Co, produsen batu bara terbesar di negara tersebut, pekan ini melaporkan penurunan laba dan mengatakan telah memangkas anggaran divisi batu bara dan menghentikan pembelian batu bara asing karena persediaan yang tinggi.
Penambang yang lebih kecil bahkan lebih terpengaruh — dengan perusahaan-perusahaan di wilayah produksi utama Shanxi memotong gaji, merampingkan atau bahkan menutup, menurut outlet berita industri Thermal Coal Group.
Sementara itu, CCTD pada Januari tahun ini pernah melaporkan proyeksi produksi batu bara Negeri Panda akan naik 1,5% year on year (yoy) pada 2025 menjadi 4,82 miliar ton. Pada 2024, realisasi produksi batu bara China naik 0,8% yoy menjadi 4,75 miliar ton.
Adapun, impor batu bara China pada tahun ini diestimasikan turun 1,9% yoy menjadi 525 juta ton, setelah meroket 13% yoy pada 2024 menjadi 535 juta ton.
Harga acuan batu bara termal domestik China diperkirakan merosot ke 630—730 yuan/ton pada kuartal II-2025 karena tekanan persediaan.
Permintaan domestik batu bara raksasa Asia Timur tersebut diramal tumbuh 1% yoy tahun ini, ditopang oleh sektor kelistrikan dan kimia, sedangkan konsumsi dari industri konstruksi dan logam diramal terus menurun.
(mfd/wdh)