Menurutnya, hubungan Rusia dan China berkembang sangat pesat, salah satunya terlihat dari meningkatnya angka perdagangan kedua negara. Putin dan Xi telah menyatakan kemitraan "tanpa batas" sesaat sebelum perang Ukraina dimulai, dan hubungan itu terus diperkuat sejak saat itu.
"Ada keinginan dari kedua belah pihak untuk mencari peluang memperluas kerja sama, karena kedua negara sama-sama menghadapi tekanan eksternal," kata Overchuk. "Secara alami, kami mencari cara untuk bekerja sama demi meningkatkan taraf hidup masyarakat di negara kami."
"Makanan Rusia sangat populer di China," tambahnya. "Dan itu adalah pasar yang sangat besar—percayalah."
Saat ditanya apakah Rusia bersedia menerima kehadiran pasukan penjaga perdamaian dari China dalam penyelesaian konflik di Ukraina—sebuah gagasan yang sempat diusulkan oleh beberapa pakar militer China—Overchuk mengatakan bahwa pertanyaan itu lebih tepat diajukan kepada Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov.
Terkait masa depan BRICS, kelompok ekonomi yang kini terdiri dari 10 negara berkembang, Overchuk mengatakan bahwa aliansi tersebut tetap "baik-baik saja," meskipun Trump mengancam akan memberlakukan tarif 100% terhadap negara anggota jika mereka meninggalkan dolar dalam perdagangan internasional. Ia juga menuduh pemerintahan AS sebelumnya telah "menjadikan dolar sebagai senjata."
"Mereka menghentikan akses kami ke sistem pembayaran internasional," katanya. "Kami bukan pihak yang memulainya."
(bbn)