Ada dua alasan mengapa menjadi terlalu dini bila pengguntingan bunga acuan dilakukan 25 Mei nanti. Pertama, inflasi IHK masih di atas kisaran target bank sentral yaitu 2%-4%. Pada April lalu, inflasi IHK tercatat di level 4,33%, masih melampaui batas atas target inflasi BI.
Kedua, memangkas bunga sekarang berisiko menekan nilai tukar rupiah.
“Pengetatan moneter yang ditempuh sejak Agustus hingga Januari ditujukan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah. Aliran modal asing sudah kembali akan tetapi masih relatif kecil dan itu bisa berbalik bila permintaan global yang melemah bisa melukai selera investasi,” jelas Tamara.
"El Nino effect"
Inflasi domestik sejauh ini turun lebih cepat dan lebih rendah ketimbang perkiraan bank sentral. Semula, mayoritas ekonom memperkirakan inflasi IHK baru jinak pada kuartal tiga tahun ini mencerminkan dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada September lalu sudah mereda.
Namun, nyatanya disinflasi berjalan lebih cepat di mana inflasi inti sudah berada di kisaran target BI sejak Maret lalu, yaitu di bawah 3%. Adapun inflasi Indeks Harga Konsumen diperkirakan akan terjangkar di target bank sentral lebih cepat sebelum Agustus.
Setelah puncak musim perayaan Lebaran yang biasanya ditandai dengan kenaikan harga, seharusnya tidak ada lagi faktor pemicu inflasi yang signifikan sampai akhir tahun. Bahkan saat Lebaran lalu, inflasi April justru tercatat hanya 0,33%, lebih rendah dibandingkan musim Ramadan-Lebaran 2022.
Akan tetapi, belakangan ada El Nino effect yang ditakutkan bisa memicu kenaikan harga barang dan jasa. Fenomena alam itu dikhawatirkan menjadi biang keladi dari kekeringan luas yang melanda sejumlah negara dan akhirnya mempengaruhi pasokan pangan.
“Ini memang sudah masuk [musim] El Nino, di India itu panasnya luar biasa. Juga sebagian China, Asia Tenggara juga, Malaysia itu panasnya tidak seperti biasa. Tentunya akan berpengaruh terhadap produksi pangan. Jadi, kita semua mesti siap-siap,” kata Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Jumat (19/5/2023).
Mengutip laman Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), El Nino merupakan fenomena pemanasan suhu muka laut yang terjadi di Samudra Pasifik bagian tengah.
Pemanasan yang terjadi pada suhu muka laut akan meningkatkan risiko pertumbuhan awan di area Samudera Pasifik tengah dan mengurangi tingkat curah hujan di Indonesia. Singkatnya, El Nino akan menyebabkan kekeringan secara umum.
Saat ini sejumlah komoditas pangan tercatat mengalami kenaikan harga cukup signifikan, antara lain gula, bawang putih, dan telur ayam ras. Kenaikan harga tersebut diakibatkan oleh berkurangnya pasokan akibat produksi yang turun.
Walaupun demikian, pemerintah menyebut turunnya produksi pangan tidak terjadi beberapa wilayah. Wilayah tersebut diharapkan mampu memasok kekurangan kebutuhan pangan di wilayah yang mengalami El Nino.
“Beda dengan wilayah bumi bagian barat, di Amerika Latin itu produksi [pangan] sedang bagus. Kedelai bagus, gandum juga bagus,” ujarnya.
-- dengan bantuan laporan Reza M. Hadyan
(rui)