"Ketika demand domestik naik maka kinerja manufaktur juga ikut naik. Sebaliknya, ketika demand domestik menurun dan penuh tekanan maka kinerja manufaktur juga akan menurun," ungkapnya.
Selain itu, pasar domestik yang besar menjadi daya tarik bagi investor global untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Febri menegaskan bahwa keberadaan demand domestik yang stabil menjadi jaminan bagi investasi asing untuk membangun fasilitas produksi baru di dalam negeri.
Terakhir dengan demand domestik yang kuat, dapat memberikan kesempatan bagi industri dalam negeri untuk meningkatkan produktivitas, inovasi, dan daya saingnya, "sehingga diharapkan dapat masuk lebih dalam pada Global Value Chain manufaktur global," ujarnya.
Dalam laporan IKI Maret 2025, tingkat optimisme pelaku industri selama enam bulan ke depan berada di angka 69,2%, turun 3% dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, jumlah responden yang menyatakan kondisi industri tetap stabil meningkat menjadi 24,5%, sementara yang merasa pesimis turun menjadi 6,3%.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi industri manufaktur Indonesia adalah perang dagang global yang berpotensi memicu lonjakan produk impor ke dalam negeri. Produk-produk manufaktur asing yang kesulitan masuk ke pasar Amerika Serikat akibat perang tarif, bisa saja membanjiri Indonesia, semakin memperparah tekanan terhadap industri dalam negeri.
Namun, Kemenperin kata Febri tetap berupaya melindungi sektor manufaktur nasional melalui kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Selain itu, pemerintah juga menerapkan kebijakan pembatasan impor melalui non-tariff measures untuk menekan laju produk impor yang berpotensi merugikan industri lokal.
"Sekali lagi kebijakan ini bertujuan melindungi industri dalam negeri dari gempuran produk impor. Melindungi industri dalam negeri berarti melindungi 19 juta rakyat Indonesia yang bekerja pada industri dalam negeri," pungkasnya.
(ain)