Anggota pendiri NDB melakukan penyertaan awal sebanyak lima ratus ribu lembar saham dengan total US$50 miliar, yang meliputi seratus ribu lembar saham yang setara dengan modal disetor sebesar US$10 miliar dan empat ratus ribu lembar saham yang setara dengan modal yang dapat ditarik sebesar US$40 miliar. Modal awal yang disetorkan didistribusikan secara merata di antara para anggota pendiri.
Kedua, skema pencairan atau disbursement yang tidak terlalu tinggi. Yose mengamini nilai proyek yang sudah disetujui untuk dibiayai NDB berada pada level US$30 miliar hingga US$40 miliar. Namun, besaran pencairan pembiayaan masih lebih rendah.
Menurut Yose, pencairan pembiayaan masih sering terkendala dari sisi administratif, dari sisi penilaian, dan berbagai hal yang lainnya.
Menyitir situs resmi, jumlah total pembiayaan yang disetujui NDB tercatat US$39 miliar. Selain itu, terdapat 120 proyek yang sudah disetujui.
Ketiga, NDB belum mencerminkan sebagai lembaga alternatif pembiayaan. Hal ini terjadi karena pembiayaan yang diberikan masih mengikuti pasar (market), bukan pinjaman lunak (concessional loans) dengan syarat pokok lebih ringan.
"Suku bunga yang dikenakan kepada proyek-proyek biasanya ditentukan oleh pasar, kemudian ada premiumnya, ditambah premium tertentu, yang kemudian menyebabkan interest ratenya cukup tinggi, dibandingkan dengan pinjaman multilateral yang lainnya, lebih tinggi."
Dikonfirmasi secara terpisah, Pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didin S. Damanhuri mengatakan NDB sebenarnya merupakan lembaga alternatif dari Bank Dunia (World Bank) dan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund) dalam investasi bidang infrastruktur dan pembangunan berkelanjutan.
Sementara, Indonesia sangat membutuhkan dana untuk investasi tersebut, baik untuk infrastruktur maupun energi bersih dan tebarukan (EBT).
"Apalagi ada skema penggunaan local currency 30%. Padahal selama ini banyak mnggunakan dolar AS yang lebih membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri pemerintah," ujar Didin.
Adapun, sasaran strategis NDB pada 2022-2026 adalah total volume pembiayaan yang disetujui adalah US$30 miliar. Selain itu, NDB menargetkan 30% proporsi total pembiayaan dalam mata uang lokal.
Di sisi lain, Didin mengamini Presiden Amerika Serikat Donald Trump memang mengancam BRICS ketika melakukan dedolarisasi.
"Namun negara Kanada dan Jerman yang terancam resesi akibat tarif 25%, tetapi dengan kebijakan mengenakan tarif 25% untuk impor AS ke negara tersebut, AS terancam resesi. Trump tampak lebih hati-hati," ujarnya.
"Jadi asal programnya bagus, feasible dan serius, kiranya Indonesia tidak usah takut sama gertakan Trumps."
Sekadar catatan, Presiden Prabowo Subianto pada Selasa, (25/3/2025), telah menyatakan pemerintah menerima tawaran NDB untuk bergabung menjadi salah satu anggotanya.
Menurut Prabowo, pemerintah siap untuk melaksanakan beberapa tahapan yang diperlukan untuk menjadi anggota NDB. Namun, Kepala Negara belum secara gamblang memastikan kapan Indonesia menjadi anggota resmi NDB.
“Kita juga telah diundang untuk ikut menjadi anggota NDB. Kita juga sudah dibicarakan dan tim keuangan kita sudah menilai dan dengan pembicaraan dengan tim keuangan kita, pemerintah indonesia memutuskan bergabung dengan New Development Bank,” kata Prabowo di Istana Merdeka, Selasa (25/3/2025).
(lav)