Logo Bloomberg Technoz

THR Ojol yang Alakadarnya Jadi Refleksi Pasar Tenaga Kerja

Redaksi
27 March 2025 09:00

Driver ojek daring (ojol) berbincang dengan temannya di kawasan Tebet, Jakarta, Rabu (12/3/2025). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)
Driver ojek daring (ojol) berbincang dengan temannya di kawasan Tebet, Jakarta, Rabu (12/3/2025). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Kekecewaan sebagian para pengemudi ojek online (ojol) akan rendahnya Bonus Hari Raya (BHR) yang diberikan pengembang platform, menggemakan lagi kerentanan posisi para pekerja di ranah gig economy ketika ketersediaan lapangan kerja gagal diciptakan lebih luas oleh penyelenggara negara.

Para pekerja di ranah gig economy, seperti ojol ataupun kurir online yang jumlahnya membeludak seiring booming e-commerce dan popularitas layanan on-demand, sering tidak cukup punya daya tawar dalam memperjuangkan haknya sebagai pekerja. 

Sementara tidak sedikit kalangan yang 'terpaksa' menjadi ojol karena kesulitan mendapatkan pekerjaan di sektor formal yang seharusnya bisa memberikan kesejahteraan dan keamanan kerja lebih layak.

Berdasarkan pernyataan dari Asosiasi Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia (Garda Indonesia), bonus hari raya yang diperoleh oleh para ojol masih kurang manusiawi alias tidak pantas dari sisi nominal.

Sebagian besar pengemudi ojek online bahkan hanya menerima bonus Rp50.000 ketika mereka telah menjadi mitra selama lebih dari 5 tahun dan bekerja 20 jam sehari tanpa libur.