“Karena memang yang tadinya target konsentrat tambang kami segitu, terus kemudian disebutkan belum bisa optimal. Jadi kan pasti ada kelebihan [pasokan konsentrat] gitu. Jadi lebih ke untuk generating revenue juga daripada kayak di inventori stok.”

Kartika mengungkapkan hingga saat ini Amman masih terus berkomunikasi secara bertahap dengan pemerintah khususnya perihal regulasi izin ekspor konsentrat tembaga.
Ubah Regulasi
Sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No. 6/2025 tentang Perubahan atas Permen ESDM No. 6/2024 tentang Penyelesaian Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral di Dalam Negeri, izin ekspor konsentrat tembaga tahun ini hanya diberikan kepada perusahaan yang menghadapi kondisi kahar pada smelter-nya.
Merujuk pada Pasal 2A permen tersebut, pemberian kesempatan penjualan hasil pengolahan ke luar negeri dengan jumlah tertentu dan waktu tertentu diberikan kepada pemegang izin usaha pertambangan khusus (IUPK) tahap kegiatan operasi produksi mineral logam komoditas tembaga yang telah selesai membangun fasilitas pemurnian mineral logam, tetapi tidak dapat beroperasi dan memerlukan penyelesaian perbaikan akibat keadaan kahar.
“Dalam hal prinsipnya ini, maka harus ada perubahan revisi regulasi dahulu baru kemudian kita bicara perkembangan dan segala macam. Jadi memang masih di dalam tahap awal komunikasi,” ujar Kartika.
Menurutnya, ketika ‘fleksibilitas’ ekspor diberikan kepada Amman, ke depannya pemerintah tidak perlu mengubah regulasi setiap saat ketika kapasitas produksi smelter belum bisa maksimal.
“Kami tetap komit bahwa optimize [produksi] dahulu lewat smelter. Itu hanya kelebihan [pasokan konsentrat] ketika ada faktor-faktor tertentu. Misalnya tadi, kelebihan produksi pada tahun-tahun tertentu atau misalnya [operasi] smelter enggak bisa optimal,” imbuhnya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno sebelumnya menegaskan izin ekspor konsentrat tembaga hanya diberikan kepada perusahaan yang mengalami keadaan kahar pada fasilitas pemurnian atau smelter-nya, seperti yang terjadi pada PT Freeport Indonesia (PTFI).
“Tidak ada relaksasi ekspor [bagi Amman]. [Perusahaan] yang [diberikan perpanjangan izin ekspor konsentrat] adalah [yang mengalami] keadaan kahar,” kata Tri ditemui di Kementerian ESDM, Senin (24/3/2025).
Menurut Tri, alasan kapasitas produksi smelter Amman yang belum maksimal tidak bisa disamakan dengan keadaan kahar seperti kebakaran yang melumpuhkan produksi pabrik katoda Freeport.
“Kan itu bukan kahar, memang ramp up itu biasa lah,” ujar Tri.
Tri menyebut keadaan kondisi kahar pun harus bisa dibuktikan dengan adanya keterangan dari pihak kepolisian dan asuransi yang menjamin hingga 100% terhadap klaim tersebut.
Dengan demikian, dia kembali menggarisbawahi pemerintah hanya memberikan izin ekspor konsentrat pada 2025 kepada Freeport Indonesia, lantaran dinilai lebih memenuhi syarat beserta bukti-bukti terkait dengan kondisi kahar yang dialami perseroan.
“Enggak bisa, [harus keadaan] kahar. Kahar kan [terjadi karena] kebakaran [harus ada] asuransi dan sebagainya,” tegasnya.
Presiden Direktur PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) Mineral Rachmat Makkasau dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (19/2/2025), mengatakan proses commissioning pada smelter katoda Amman berjalan lambat lantaran perseroan harus melakukan berbagai upaya untuk memastikan tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
Apalagi, smelter merupakan teknologi baru bagi Amman yang memang sangat berbeda dengan kemampuan perusahaan sebagai penambang.
“Dengan itu, kami juga berharap dapat diberikan fleksibilitas untuk melakukan ekspor mengingat banyaknya ketidakpastian dalam proses commissioning ini," ujarnya.
Dia menjelaskan, smelter yang dibangun oleh Amman baru mencapai kapasitas operasi sekitar 48%. Smelter yang berlokasi di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat itu memiliki kapasitas pengolahan 900.000 ton konsentrat tembaga per tahun, dengan target produksi 220.000 ton katoda tembaga.
(mfd/wdh)