"Anggaran ini mencakup segala kebutuhan untuk kemenangan," ujar Menteri Keuangan Bezalel Smotrich sebelum pemungutan suara. "Kami telah mengusulkan kebijakan yang akan mendorong pertumbuhan dan menjaga ekonomi tetap kuat."
Namun, pihak oposisi berpendapat bahwa anggaran ini lebih mengutamakan kepentingan kelompok sayap kanan, termasuk kelompok ultra-religius, dibanding pemulihan ekonomi yang terdampak konflik sejak Oktober 2023.
Yair Lapid, mantan perdana menteri yang kini memimpin oposisi, menyebut anggaran ini sebagai "perampokan terbesar dalam sejarah bangsa."
"Kalian mencuri uang dan masa depan kelas menengah Israel—warga yang bekerja, membayar pajak, dan bertugas di militer," katanya.
Selama pemungutan suara, beberapa anggota oposisi mengangkat foto sandera Israel yang masih ditahan Hamas di Gaza sambil meneriakkan "malu!" sebagai bentuk protes. Ketua Knesset menyatakan bahwa para demonstran mencoba menghalangi akses ke parlemen dan meminta mereka ditangkap.
Aset Israel mengalami tekanan dalam beberapa pekan terakhir, dipicu oleh gagalnya perundingan gencatan senjata di Gaza serta ketegangan antara pemerintah dan pejabat tinggi. Pekan lalu, mata uang Israel, shekel, menjadi salah satu yang berkinerja terburuk di dunia, sementara premi risiko kredit negara juga meningkat.
Namun, ekspektasi bahwa anggaran akan disahkan membantu mata uang Israel pulih sekitar 1,2% terhadap dolar pada pekan ini.
Anggaran 2025 berjumlah 620 miliar shekel (sekitar Rp2.804 triliun), meningkat 20% dibandingkan anggaran sebelum perang tahun lalu. Target defisit fiskal ditetapkan pada 4,7% dari PDB, sedikit lebih tinggi dari proposal awal yang diajukan ke kabinet pada November.
Batas defisit ini bisa naik hingga 4,9% jika diperlukan untuk "kegiatan militer yang signifikan."
Sektor pertahanan menjadi pos pengeluaran terbesar dalam anggaran ini, mencapai 110 miliar shekel—sekitar 60% lebih tinggi dibanding sebelum perang melawan Hamas dimulai pada Oktober 2023.
Pemerintah Israel belum merinci secara spesifik bagaimana dana pertahanan akan dialokasikan. Namun, Yuli Edelstein, ketua komite parlemen yang mengawasi anggaran militer, menyatakan bahwa jutaan shekel telah dialokasikan untuk memperkuat keamanan di perbatasan timur Israel yang berbatasan dengan Yordania. Pemerintah Israel menuduh jalur tersebut dimanfaatkan oleh jaringan penyelundupan senjata yang didukung Iran untuk memasok kelompok di Tepi Barat.
Seiring dengan meningkatnya pengeluaran, rasio utang Israel terhadap PDB melonjak ke 69% tahun lalu—angka tertinggi sejak 2010. Anggaran ini mencakup paket penyesuaian fiskal senilai 35 miliar shekel, yang sebagian besar terdiri dari kenaikan pajak serta pemotongan anggaran di sektor tertentu.
Beberapa kritikus menilai bahwa kebijakan fiskal ini kurang memiliki visi jangka panjang.
Gubernur Bank Sentral Israel, Amir Yaron, yang juga penasihat ekonomi pemerintah, menegaskan bahwa anggaran ini harus lebih berfokus pada "penggerak pertumbuhan dan peningkatan produktivitas tenaga kerja."
Tahun lalu, ekonomi Israel tumbuh hanya 0,9%—angka terendah dalam lebih dari dua dekade, kecuali selama pandemi Covid-19. Hal ini mencerminkan dampak besar dari konflik di Gaza dan pertempuran melawan kelompok Hizbullah di Lebanon. Selain itu, pemerintah terpaksa meningkatkan pinjaman, sementara peringkat kredit Israel beberapa kali diturunkan oleh lembaga pemeringkat internasional.
Pengesahan anggaran ini terjadi setelah pekan yang penuh ketegangan, di mana Netanyahu memecat Kepala Shin Bet, Ronen Bar, dan berusaha mencopot Jaksa Agung Gali Baharav-Miara.
Pemerintah juga tengah mendorong rancangan undang-undang kontroversial yang akan mengubah komposisi Komite Seleksi Hakim, memberi eksekutif lebih banyak kontrol dalam penunjukan hakim Mahkamah Agung.
Pemimpin bisnis dan teknologi Israel, serta serikat pekerja terbesar di negara itu, mengancam akan melumpuhkan ekonomi jika pemerintah mengabaikan perintah pengadilan yang menangguhkan pemecatan Ronen Bar hingga sidang pada 8 April.
Meski berhasil disahkan, anggaran ini tetap menuai kritik dari berbagai pihak.
"Ini adalah anggaran yang buruk, baik dari segi sosial maupun moral," ujar anggota oposisi Vladimir Beliak. "Lembaga pemeringkat kredit sedang mengawasi, dan kemungkinan besar akan kembali menurunkan peringkat kredit Israel."
Dari sisi politik, keberhasilan Netanyahu mengesahkan anggaran ini adalah kemenangan besar, terutama setelah perpecahan dalam koalisinya. Beberapa partai ultra-Ortodoks yang menjadi sekutu Netanyahu sempat mengancam akan menolak anggaran jika tidak ada jaminan pembebasan dinas militer bagi kelompok mereka. Namun, mayoritas akhirnya menerima kompromi.
Kembalinya tokoh sayap kanan, Itamar Ben Gvir, ke dalam koalisi juga memperkuat posisi Netanyahu. Menteri Keamanan Nasional itu sebelumnya mundur dari kabinet pada pertengahan Januari sebagai protes terhadap gencatan senjata di Gaza, namun kembali begitu pertempuran dilanjutkan.
Langkah Ben Gvir ini memicu spekulasi di kalangan oposisi, mengingat pemungutan suara anggaran terjadi hanya beberapa hari setelahnya.
(bbn)