Di Boao, Vivo memamerkan ponsel pintar andalan terbarunya, Vivo X200 Ultra, yang akan mulai dijual bulan depan. Perusahaan itu mengumumkan headset realitas virtual, yang prototipenya akan siap diuji pada bulan Agustus, dan laboratorium penelitian robotika untuk memperluas bidang kecerdasan buatan.
Perusahaan tersebut meningkatkan pengirimannya di Tiongkok lebih dari 10% pada tahun 2024, mengalahkan Apple Inc. dan pesaing lokal Huawei Technologies Co. dan Xiaomi Corp. ke posisi teratas, menurut firma riset IDC.
Merek-merek tersebut terkunci dalam persaingan yang sangat ketat karena permintaan penggantian mendorong penjualan di pasar yang kelebihan pasokan.
Menanggapi kepercayaan konsumen Tiongkok yang lemah, Hu mengatakan orang-orang menyimpan gadget lebih lama sebelum menukarnya dengan yang baru. Pemerintah mengeluarkan voucher dan subsidi untuk memacu permintaan, tetapi dampaknya berumur pendek, kata Hu.
“Subsidi hanya membuka permintaan penggantian lebih awal dari biasanya,” kata Hu. “Itu tidak akan mengubah pasar.”
Di India, pasar luar negeri terbesar Vivo, perusahaan akan fokus menjual lebih banyak gadget kelas atas dengan harga di atas US$600, kata Hu. Di pasar termasuk Filipina dan Indonesia, perusahaan masih mencoba untuk memperluas volume, katanya. Vivo telah memperoleh pangsa di Asia Tenggara, memegang posisi nomor 1 di Indonesia dan tempat kedua di Malaysia, menurut konsultan Canalys.
Hu mengatakan dia tidak menetapkan target pertumbuhan spesifik untuk setiap pasar karena target tersebut sulit diukur.
"Pertumbuhan adalah prioritas bagi tim luar negeri kami," katanya.
"Jika tidak ada pertumbuhan, akan ada masalah." Vivo belum siap untuk memasuki pasar maju termasuk AS dan Eropa Barat, tempat gadget kelas atas dan penjualan melalui operator telekomunikasi mendominasi. Hu mengatakan perusahaan mungkin mempertimbangkan untuk memasuki pasar tersebut dalam tiga hingga lima tahun, memanfaatkan gadget baru seperti kacamata VR.
Hu mengatakan perang dagang AS-Tiongkok tidak memengaruhi Vivo. Tarif AS tidak memengaruhi perusahaan karena tidak berjualan di negara tersebut, juga tidak memiliki kontrol ekspor AS karena membeli komponen dari pemasok seperti Sony Group Corp. dari Jepang dan MediaTek Inc. dari Taiwan, katanya.
(bbn)