Bloomberg Technoz, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani membantah telah menerima Surat Presiden (Surpres) penunjukan perwakilan pemerintah untuk membahas revisi Undang-Undang Polri (RUU Polri). Dia juga menyebut draf Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Polri yang beredar di media sosial tak benar atau hoaks.
“Surpres saya tegaskan sampai saat ini belum diterima pimpinan DPR. Jadi yang beredar di publik atau beredar di masyarakat itu bukan Surpres resmi,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Selasa (25/3/2025).
Hal tersebut termasuk menjawab kekhawatiran masyarakat atas isi dari draft DIM RUU Polri yang telah beredar, sebab terdapat beberapa pasal yang dinilai kontroversial termasuk perpanjangan usia pensiun anggota korps Bhayangkara.
“Jadi kami pimpinan DPR belum menerima Surpres tersebut. Jadi kalau sudah ada DIM yang beredar itu bukan DIM resmi,” ucap dia.
Anggota DPR 2019-2024 sempat membahas RUU TNI dan RUU Polri bersamaan. Akan tetapi, pembahasan kedua beleid tersebut ditunda dengan dalih waktu yang tersisa pada periode tersebut tak cukup. Kedua RUU pun dilimpahkan kepada anggota DPR 2024-2029.
Pekan lalu, DPR telah mengesahkan RUU TNI menjadi UU setelah serangkaian proses pembahasan yang dinilai kontroversial akibat dilakukan secara maraton, sebab rapat sampai dilakukan di akhir pekan dan bertempat di hotel bintang lima.
RUU Polri sendiri adalah RUU inisiatif DPR. Berdasarkan dokumen draf RUU Polri, DPR melakukan sejumlah usulan pengubahan dalam beleid tersebut. Sejumlah pasal nampak memperluas tugas dan kewenangan anggota Polri. Selain, beberapa pasal yang akan memperpanjang usia pensiun anggota korps Bhayangkara.
Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Kepolisian menyatakan telah melakukan kajian terhadap draf revisi UU TNI, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) yang mewakili koalisi tersebut menyatakan terdapat beberapa poin yang menjadi permasalahan dalam draft RUU TNI yang diterima, yakni:
1. Revisi UU Polri akan semakin memberangus kebebasan berpendapat dan berekspresi; hak untuk memperoleh informasi; serta hak warga negara atas privasi terutama yang dinikmati di media sosial dan ruang digital.
2. RUU Polri akan memperluas kewenangan intelkam yang dimiliki oleh Polri sampai melebihi lembaga-lembaga lain yang mengurus soal intelijen.
3. Kewenangan untuk melakukan penyadapan rentan terjadi penyalahgunaan karena pada RUU Kepolisian, kewenangan penyadapan oleh Polri disebut dilakukan dengan didasarkan pada undang-undang terkait penyadapan, padahal Indonesia hingga saat ini belum memiliki suatu peraturan perundang-undangan mengenai penyadapan.
4. Revisi UU Polri akan semakin mendekatkan peran Polri menjadi superbody investigator.
5. Lewat RUU ini, polisi juga mendapatkan wewenang untuk memegang komando untuk membina Pasukan Pengamanan Masyarakat (PAM) Swakarsa.
6. Revisi UU Kepolisian akan menaikkan batas usia pensiun menjadi 60-62 tahun bagi anggota Polri dan 65 tahun bagi pejabat fungsional Polri yang tidak memiliki dasar dan urgensi yang jelas.
7. Revisi UU Polri juga menambah daftar kewenangan yang tidak jelas peruntukannya dan menimbulkan tumpang-tindih kewenangan antara kementerian/lembaga negara.
8. Meski menambah deretan kewenangan terhadap Kepolisian, namun RUU Polri tidak secara tegas mengatur perihal mekanisme pengawasan bagi institusi Polri dan anggotanya
“Berbagai kewenangan tambahan yang disisipkan dalam RUU Polri bahkan berada di luar tugas utama Polri yang diatur oleh Konstitusi yakni sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum,” kata PSHK dalam keterangan resmi yang diterbitkan.
(azr/frg)