Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Rina (43 tahun) tengah merapikan dagangannya, baju-baju dia jejerkan di etalase gantung, sebagian lain baju di keranjang ia lipat. Banyak pengunjung cuma lihat-lihat. 

Riuh rendah suasana sekitarnya tempat berjualan: Blok Central Tanah Abang (CTA). Tanah Abang merupakan pusat perbelanjaan yang selalu ramai saban jelang lebaran. Pusat perdagangan aneka tekstil, mulai baju atau cuma sekadar bahan kain.

Berdasarkan pantauan di lapangan, Selasa (25/3/2025), terlihat semakin ramai pembeli yang kian menghampiri toko-toko pakaian mulai dari pakaian busana muslim, hingga pakaian 'branded' kekinian.

"Alhamdulillah, sekarang sih lumayan ramai pengunjung. Memang sudah mau Lebaran dan kebanyak THR [Tunjangan Hari Raya] cair kali ya, mereka langsung belanja. [Kenaikan keuntungan] bisa sekitar 50% dari hari biasa" ujar Rina kepada Bloomberg Technoz saat dijumpai di tokonya.

Wanita asal Jakarta Barat ini menjual berbagai produk pakaian busana muslim wanita dan pria. Dia sudah lebih dari 5 tahun berjualan di sana. 

Rina mengaku saat ini penjualannya terus mengalami peningkatan mendekati perayaan Lebaran. Dia memperkirakan periode ini mampu meningkatkan omzet penjualan sekitar 50% dibandingkan hari normal. Hanya saja, Rina mengatakan, omzet tahun ini masih terbilang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.

"Kalau dibandingkan tahun lalu, sih, masih besaran tahun lalu. Saya udah itung itu. Tapi gapapa, yang penting sekarang ada peningkatan meski ga banyak" tutur dia.

Belum ada kemajuan omzet

Sementara itu pedagang lainnya, Solihin (55) mengatakan jika penjualannya sejak awal tahun ini, termasuk menjelang Lebaran saat ini masih belum memperlihatkan kemajuan.

Sejak awal Ramadan hingga saat ini, kata Solihin, berbagai produk busananya hanya mampu terjual sebanyak 15 hingga 20 potong setiap harinya, tak jauh berbeda dibandingkan hari biasa yang juga bisa terjual sekitar 12-15 potong produk.

Ramainya pengunjung yang datang langsung ke Pasar Tanah Abang,  lanjut dia, belum tentu membuktikan meningkatnya daya beli masyarakat menjelang perayaan Hari Raya umat muslim di seluruh dunia ini.

"Sama saja, sekarang kami masih sepi. Meski Anda lihat sekarang mulai ramai pengunjung, tetapi yang beli tetap sedikit. Yang datang 5 orang, yang beli hanya 1," ujar Solihin, yang juga mengaku telah berjualan lebih dari 20 tahun di Pasar Tanah Abang blok CTA ini.

Apalagi, lanjut dia, jika dibandingkan dengan tahun lalu, kinerja penjualan mayoritas toko-toko yang ada di Tanah Abang saat ini diklaimnya sudah turun ckup drastis, hingga berujung pada penutupan toko.

"Kamu lihat saja sekitar, itu juga banyak mereka yang kabur dari tokonya. Sudah ga kuat dan meninggalkan lapaknya," lanjut dia.

Potret sejumlah toko yang tutup di blok Central Tanah Abang (CTA), Jakarta Pusat, Rabu (25/3/2025) (Bloomberg Technoz)

Akibat Penjualan Daring

Solihin juga mengaku penjualan saat ini penuh tantangan akibat masifnya penjualan online. Pedagang, kata dia, dituntut untuk bisa mengikuti perkembangan zaman lewat penjualan daring. 

Namun, tidak semua pedagang memiliki ketertarikan untuk beralih berjualan di platform daring tersebut. Hal itu, kata dia, memiliki tingkat kerumitan tersendiri, apalagi di usianya yang cukup senja saat ini yang tak mampu beradaptasi dengan teknologi.

"Online itu susah. Toh, pedagang-pedagang yang lain di sini saya lihat juga kayaknya mereka harus ekstra energi lebih banyak. Kelihatannya lebih capek, tapi tetap keluhannya sama," kata dia.

Fenomena ini juga kembali diakui Ratna (45), pedagang lainnya. Dia mengatakan ini dipengaruhi gaya hidup dan belanja masyarakat yang sudah berubah, yang cenderung memilih cara praktis dalam berbelanja melalui platform daring.

Meski sejumlah pedagang, termasuk dirinya yang juga kini menjajakan produknya melalui lokapasar atau e-commerce, masih terslaat sejumlah kendala yang menghampiri, seperti penyesuaian metode berdagang hingga kepercayaan produk yang kerap tidak sesuai.

"Ya percuma juga, keluhannya tetap sama. Kita juga lebih capek karena pantai toko juga, tapi live juga," kata Ratna. "Tapi tidak apa-apa, kalau lagi sepi di toko kan ini bisa jadi ngisi kekosongan."

Survei Bank Indonesia 

Bank Indonesia sebelumnya merilis data Indeks Penjualan Riil pada Februari 2025 diperkirakan kan turun atau terkontraksi sebesar 0,5% year-on-year (yoy). Padahal, Januari lalu masih tumbuh sebesar 0,5%.

Meski demikian, BI memperkirakan penjualan eceran pada Februari akan tumbuh 0,8%, setelah bulan sebelumnya anjlok dengan pertumbuhan minus 4,7% month-to-month (mom).

"Peningkatan kinerja penjualan [pada Februari, secara bulanan], didukung oleh permintaan masyarakat jelang Ramadan dan persiapan Idulfitri," jelas Bank Indonesia dalam laporan yang dikutip, Kamis (13/3/2025) lalu.

Akan tetapi, bila membandingkan kinerja penjualan eceran pada momen jelang musim perayaan tahun-tahun sebelumnya, capaian bulan Februari lalu adalah yang terendah setidaknya sejak Pandemi Covid-19.

Tahun lalu, misalnya, Lebaran jatuh pada pertengahan April. Alhasil, pada pertengahan Maret, bulan Ramadan sudah dimulai. Penjualan ritel pada Maret tahun lalu mencapai 9,9% mom dan 9,3% yoy.

Sementara pada 2023 di mana Lebaran jatuh pada akhir April, penjualan eceran pada bulan Maret juga melejit tinggi 7% mtm dan 4,9% yoy. Berlanjut pada April tahun itu dengan penjualan ritel melesat 12,8% mtm.

Sedang pada tahun 2022 ketika Idulfitri dirayakan pada awal Mei, penjualan ritel juga tumbuh tinggi pada bulan sebelumnya mencapai 8,5% yoy dan 16,5% mtm.

Pola Beli Berubah

Kalangan pengusaha ritel menilai bahwa penyebab kinerja penjualan eceran atau ritel di Indonesia  terjadi lantaran pola pergeseran daya beli masyarakat terhadap merek-merek tertentu dari sisi barang konsumen.

"Dari sisi ritel FMCG, terjadi shifting, atau pola beli masyarakat berubah. Biasanya dia konsumen produk brand ini, sekarang gak terlalu tertarik," ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel (Aprindo) Solihin saat dihubungi, Senin (17/3/2025) lalu.

Solihin mengatakan perubahan perilaku konsumen tersebut juga turut menyebabkan pengurangan keuntungan pengusaha ritel. Apalagi, sejauh ini, sejumlah keuntungan ritel didominasi oleh merek-merek barang konsumen ternama.

Konsumen, kata dia, saat ini lebih memilih barang yang lebih murah dibandingkan kesadaran merek atau brand awareness yang cukup mendominasi di pasar ritel Indonesia.

"Sekarang gak harus itu, ada merek yang lain yang jauh lebih murah. Akhirnya terjadi pergeserannya ke sana. Mereka [saat ini] tidak berorientasi merek, tetapi manfaatnya sama, asalkan lebih murah," kata Solihin.

(ain)

No more pages