Logo Bloomberg Technoz

Patpicha Tanakasempipat - Bloomberg News

Bloomberg, Partai oposisi utama Thailand menuduh Perdana Menteri (PM) Paetongtarn Shinawatra membiarkan ayahnya, seorang miliarder, Thaksin Shinawatra, memengaruhi kebijakan pemerintahannya secara berlebihan dan mengacaukan isu-isu ekonomi yang penting.

Pemimpin oposisi Natthaphong Ruengpanyawut menyebut Paetongtarn tidak memiliki kualifikasi sebagai PM dan hanya bertindak sebagai perwakilan bagi anggota keluarganya. Tudingan ini disampaikan Natthaphong saat DPR memulai debat mosi tidak percaya yang hanya menyasar dirinya.

Dia menegaskan bahwa pemerintahan Paetongtarn hanya ada untuk melayani "kesepakatan" yang membantu membawa ayahnya sekaligus mantan PM Thaksin kembali ke Thailand pada tahun 2023 dari pengasingan selama 15 tahun yang dipaksakan sendiri.

Sejak menjadi anggota ketiga dari klan Shinawatra yang berpengaruh dan memimpin Thailand tahun lalu, Paetongtarn telah bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai legitimasinya dengan Thaksin yang dianggap memiliki pengaruh signifikan di dalam Partai Pheu Thai yang berkuasa.

Paetongtarn, 38 tahun, merupakan PM Thailand termuda dan tidak memiliki pengalaman administratif sebelumnya saat ia terpilih sebagai pemimpin setelah pendahulunya Srettha Thavisin mendadak digulingkan pada Agustus tahun lalu.

"Kita memiliki pemimpin eksternal yang bekerja di luar Gedung Pemerintahan, yang menetapkan agenda dan mengungkap kebijakan sebelum pemerintah melakukannya, semuanya tanpa akuntabilitas, pengawasan atau keseimbangan," kata Natthaphong, tanpa menyebutkan nama Thaksin. 

"Kisaran ekonomi yang dijanjikan tidak pernah terjadi. Alih-alih pertumbuhan PDB sebesar 5%, kita hanya memperoleh 2,5%, dan harus membayar harga yang tinggi."

Pihak oposisi memilih untuk fokus pada mosi kecaman terhadap Paetongtarn, berbeda dengan praktik biasa yang menargetkan PM dan menteri-menteri utama kabinet. Namun, lantaran koalisi yang berkuasa masih menguasai suara mayoritas di majelis rendah, mosi tersebut kemungkinan besar akan kalah saat diajukan ke pemungutan suara besok, Rabu (26/3/2025).

Meski begitu, pihak oposisi berusaha memanfaatkan ketidakpuasan publik yang semakin meningkat terhadap pemerintahan Paetongtarn, yang gagal meluncurkan program "dompet digital" andalannya dan mendorong agenda kontroversial—seperti legalisasi kasino—yang dianggap menguntungkan kelompok bisnis domestik besar.

Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra. (Dok: Bloomberg)

Pemberian uang tunai—masing-masing 10.000 baht untuk sebagian besar orang dewasa Thailand—merupakan inti dari upaya Paetongtarn untuk membangkitkan ekonomi yang tumbuh 2,5% pada 2024, sekitar setengah dari laju negara tetangga, Indonesia.

Perekonomian Thailand sedang tertatih-tatih karena tingkat utang rumah tangga tinggi mencapai 89,6% dari PDB, yang merugikan konsumsi swasta dan pada gilirannya juga merugikan sektor manufaktur.

Sementara itu, Thaksin mengeluarkan berbagai proposal mengenai segala hal, mulai dari cara memangkas biaya listrik hingga mengenalkan mata uang stabil yang didukung oleh obligasi pemerintah. Para menteri kabinet sering kali mengambil petunjuk dari Thaksin dalam merumuskan kebijakan.

Partai Rakyat, oposisi utama, juga menuding PM menghindari pajak. Wiroj Lakkhanaadisorn, anggota parlemen dari partai tersebut, menuduh Paetongtarn telah menghindari pembayaran pajak hadiah sebesar 218,7 juta baht (US$6,5 juta) untuk saham tujuh perusahaan Shinawatra yang diterimanya dari beberapa anggota keluarganya sejak tahun 2016.

Wiroj menyebut bahwa deklarasi sebesar 4,4 miliar baht sebagai utang dalam aset yang diumumkan oleh PM tersebut disusun sebagai surat promes yang harus dibayar pada tanggal yang tak ditentukan di masa mendatang untuk menghindari kewajiban pajak hadiah.

Paetongtarn membantah tuduhan tersebut, mengatakan bahwa anggota parlemen tersebut sengaja menyesatkan publik dan dia berencana membayar kembali utang tersebut mulai tahun depan.

(bbn)

No more pages