Logo Bloomberg Technoz

Sebagai perbandingan NIM pada Februari 2024 hanya sebesar 6,17%. Pada Januari 2025, posisinya ada di 6,15%.

Kenaikan NIM didorong oleh realisasi pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) Februari 2025 yang sebesar Rp9,1 triliun. Perolehan ini naik 3% secara tahunan dan 4,7% secara bulanan.

"NII yang baik ini turut didorong oleh beban bunga yang turun cukup signifikan ke level Rp3,9 triliun, turun 8,7% secara tahunan dan 4,8% secara bulanan, seiring turunnya time deposits sebesar 9,8% secara tahunan," jelas Edi. 

BBRI juga mencatatkan biaya kredit atau cost of credit (CoC) bank only di level 3,28% pada Februari 2025, sebesar 5,57% di Januari 2025 dan 6,72% di Februari 2024, seiring beban provisi yang mulai ternormalisasi ke level Rp3,3 T.

Beban provisi itu sendiri turun 49% secara tahunan dan 41% secara bulanan. Hasil ini membawa CoC selama dua bulan pertama tahun ini menjadi 4,42% dibanding 4,38% pada periode yang sama tahun sebelumnya, masih di atas guidance konsolidasi FY25 dari manajemen yang mengincar kisaran 3–3,2%. 

"Mulai ternormalisasinya CoC menjadi indikasi awal yang baik bahwa front–loading provisions telah terlewati," kata Edi. 

Sementara, tim riset CGS International yang berisikan Handy Noverdanius, Owen Tjandra dan Kesia Agnesia, menegaskan rekomendasi ADD untuk saham BBRI.

"Kami menegaskan kembali rekomendasi Add karena kami percaya bahwa masalah kualitas kredit akan sepenuhnya terselesaikan tahun ini dan bank memiliki kepemilikan asing yang relatif lebih rendah, yang dapat memberikan sisi positif dari aliran dana asing," seperti dikutip dari riset tersebut. 

Adapun target harga saham BBRI dari CGS International ada di level Rp4.900/saham.

(red)

No more pages