Logo Bloomberg Technoz

Tarif ini mulai berlaku pada 2 April, bertepatan dengan rencana pemerintahan Trump untuk mengumumkan serangkaian tarif lainnya yang menargetkan berbagai negara. Kebijakan ini menambah kompleksitas beban tarif yang telah mengganggu mitra dagang AS dan berpotensi memperlambat perekonomian global. Trump mengatakan kepada wartawan pada Senin bahwa tarif ini akan diberlakukan "di atas tarif yang sudah ada sebelumnya."

Harga minyak mentah AS sempat naik hingga 1,5% setelah pengumuman Trump di media sosial, sebelum turun sedikit menjadi kenaikan 1,2%, dengan harga mencapai US$69,07 per barel pada pukul 14:45 waktu New York. Sementara itu, obligasi pemerintah Venezuela mengalami penurunan nilai di berbagai tenor.

Trump menyebut kebijakan ini sebagai "tarif sekunder," suatu bentuk tarif baru yang mirip dengan sanksi sekunder yang diterapkan terhadap perusahaan atau individu yang berbisnis dengan entitas yang terkena sanksi. Sejak kembali ke Gedung Putih, Trump semakin memperketat pengawasan dan sanksi terhadap Venezuela, membalikkan beberapa kebijakan yang lebih longgar di era Presiden Joe Biden.

"Setiap negara yang membeli minyak dan/atau gas dari Venezuela akan dikenakan tarif 25% oleh AS atas semua transaksi perdagangan mereka dengan negara kita. Semua dokumen akan ditandatangani dan didaftarkan, serta tarif akan berlaku mulai 2 April 2025, HARI PEMBEBASAN DI AMERIKA," tulis Trump di Truth Social.

"Venezuela telah bersikap sangat bermusuhan terhadap Amerika Serikat dan kebebasan yang kita anut," tambahnya.

Pemerintah Maduro dengan cepat merespons kebijakan tersebut, menyebutnya sebagai tindakan yang "sewenang-wenang, ilegal, dan putus asa." Dalam sebuah pernyataan, pemerintah Venezuela menegaskan bahwa langkah ini tidak akan melemahkan tekad mereka, melainkan justru membuktikan "kegagalan total" dari semua sanksi yang telah diterapkan terhadap negara mereka. Venezuela juga berencana mengajukan gugatan ke organisasi internasional.

Langkah terbaru Washington ini datang setelah ekspor minyak mentah Venezuela mencapai level tertinggi dalam lima tahun pada Februari, sebelum pemerintahan Trump mengumumkan akan menghentikan operasi Chevron di negara tersebut.

Departemen Keuangan AS pada Senin memberikan perpanjangan waktu kepada Chevron untuk menyelesaikan operasinya dengan perusahaan minyak negara Venezuela, Petroleos de Venezuela SA, hingga 27 Mei dari sebelumnya 3 April. Seorang juru bicara Chevron belum memberikan komentar terkait perpanjangan ini.

Seorang pejabat senior pemerintah AS mengatakan bahwa perpanjangan tersebut bertujuan untuk memungkinkan penyelesaian pesanan yang sudah ada, namun tidak akan memungkinkan adanya pembayaran tunai tambahan kepada pemerintah Maduro.

Trump membahas situasi Venezuela pada Rabu lalu dalam pertemuan dengan lebih dari belasan eksekutif industri minyak, termasuk CEO Chevron Mike Wirth. Menurut sumber yang mengetahui diskusi tersebut, masalah Venezuela dibahas dalam konteks pasokan minyak global, terutama karena kilang di Pantai Teluk AS dioptimalkan untuk memproses minyak mentah berat dari Venezuela dan Kanada.

Pengenaan tarif terhadap pembeli minyak Venezuela juga dibahas sebagai cara untuk mencegah negara lain—terutama China—mengambil alih ekspor minyak Venezuela jika Chevron menutup operasinya dan AS menghentikan impor dari negara tersebut.

Saat ini, pembeli utama minyak Venezuela termasuk perusahaan penyulingan AS yang bergantung pada minyak mentah berat dari negara Amerika Latin tersebut, serta China, Kuba, dan beberapa perusahaan di Eropa dan India. Seperti kebijakan AS lainnya baru-baru ini, perintah eksekutif ini juga menyatakan bahwa jika China dikenakan tarif, maka kebijakan ini akan berlaku untuk seluruh wilayahnya, termasuk Hong Kong dan Makau.

Beberapa penyuling minyak AS yang terpengaruh oleh kebijakan ini antara lain Valero Energy Corp, Phillips 66, PBF Energy Inc, serta fasilitas Chevron di Pascagoula, Mississippi.

Trump sendiri tidak menjelaskan apakah akan menerapkan tarif pada penjualan minyak Venezuela ke AS, sehingga impor minyak mentah dari negara tersebut kemungkinan tetap berlanjut. Langkah ini dinilai dapat menjaga harga minyak tetap tinggi di tengah menurunnya pasokan minyak dari Meksiko dan Kanada ke AS.

Kebijakan ini semakin meningkatkan ketegangan dengan Venezuela yang saat ini diperintah oleh pemimpin sosialis Maduro. Trump juga berupaya menindak keras geng kriminal Venezuela, Tren de Aragua, termasuk dengan melakukan serangkaian deportasi berdasarkan hukum era abad ke-18 ke penjara terkenal di El Salvador. Namun, seorang hakim federal AS pada Senin memutuskan bahwa para migran harus diberi kesempatan untuk menentang deportasi mereka di pengadilan.

Trump mengumumkan kebijakan ini setelah Venezuela kembali menerima penerbangan deportasi dari AS, setelah sebelumnya sempat dihentikan oleh pemerintah Maduro. Namun, Trump menuduh bahwa Venezuela secara sengaja mengirim "puluhan ribu penjahat tingkat tinggi serta individu lain yang sangat berbahaya" secara diam-diam ke Amerika Serikat, termasuk anggota Tren de Aragua.

Venezuela memiliki cadangan minyak terbesar di dunia pada 2023, dengan sekitar 303 miliar barel, atau sekitar 17% dari total cadangan global, menurut data pemerintah AS. Meskipun memiliki cadangan yang besar, Venezuela hanya mampu memproduksi sekitar 875.000 barel per hari pada 2024, yang setara dengan sekitar 0,9% dari total produksi minyak dunia.

(bbn)

No more pages