Bloomberg Technoz, Jakarta - Tekanan pelemahan pada rupiah kemungkinan masih akan berlanjut dalam perdagangan di pasar spot hari Selasa (25/3/2025) ini, di tengah penguatan indeks dolar Amerika di pasar global ketika pelaku pasar dunia mendapati sinyal melegakan dari Presiden AS Donald Trump soal tarif impor, akan tetapi mendapati sinyal hawkish dari pejabat Federal Reserve.
Pada penutupan bursa New York hari Senin, indeks dolar AS ditutup menguat 0,17% di level 104,26. Penguatan indeks yang mengukur kekuatan the greenback terhadap enam mata uang utama dunia itu, menekan performa rupiah di pasar offshore.
Seperti ditunjukkan oleh data realtime Bloomberg, kontrak rupiah NonDeliverable Forward pagi ini bergerak di kisaran Rp16.616/US$ setelah kemarin ditutup melemah 0,35%.
Level rupiah NDF itu jauh lebih lemah dibanding posisi penutupan rupiah di pasar spot kemarin, yaitu di Rp16.555/US$. Hal itu mengisyaratkan bahwa tekanan di pasar spot hari ini mungkin akan berlanjut setelah kemarin rupiah menjadi yang terburuk kedua di Asia.
Lanskap pasar global sejatinya relatif lebih tenang, terutama di pasar ekuitas. Presiden Trump dalam pernyataannya terakhir mengatakan, beberapa negara mungkin akan mendapatkan pengecualian atau pengurangan tarif yang direncanakan akan mulai berlaku 2 April nanti.
Sinyal sikap yang lebih lunak dan fleksibilitas tarif itu melegakan pasar yang sempat khawatir bahwa kebijakan Trump akan lebih ketat. Sinyal terbaru itu memberi energi pada saham-saham di Wall Street. Nasdaq ditutup naik 2,3%, begitu juga S&P 500 naik 1,8% bersama DJIA yang ditutup hijau dengan kenaikan 1,4%.

Di sisi lain, Gubernur The Fed Atlanta Raphael Bostic melempar sinyal cenderung hawkish. Ia kini melihat hanya akan ada satu kali lagi saja pemangkasan bunga acuan tahun ini, karena kenaikan tarif Trump diperkirakan akan menjegal kemajuan disinflasi di negeri itu.
"Saya pindah ke satu arah terutama karena inflasi akan sangat tidak stabil dan tidak akan bergerak secara dramatis serta jelas menuju target 2%. Karena itu sedang ditunda, saya pikir jalur kebijakan yang tepat juga harus ditunda," kata Bostic dalam wawancara dengan Bloomberg TV.
Dalam dot plot terakhir yang dilansir, konsensus para pejabat The Fed mendukung pemangkasan bunga acuan sebesar 50 basis poin tahun ini. Ketidakpastian yang disebabkan oleh kebijakan Trump yang berubah-ubah membuat perkiraan ekonomi jadi lebih sulit.
Kemarin, aktivitas manufaktur AS dilaporkan jatuh ke zona kontraksi, yaitu 49,8, terbebani kenaikan biaya material akibat tarif Trump ketika prospek sektor jasa juga memburuk.
Meski ada peningkatan produksi di antara penyedia jasa, sebagian karena permintaan lebih kuat, sentimen tentang prospek pada tahun mendatang merosot ke level terendah kedua sejak 2022.
Sinyal hawkish The Fed membuat indeks dolar AS kembali menguat dan menekan harga aset safe haven lain seperti emas.
Selain itu, yield US Treasury, surat utang Pemerintah AS, juga merangkak naik. Imbal hasil UST-10Y naik 9 basis poin menyentuh 4,33%. Sementara tenor pendek yang sensitif dengan kebijakan bunga acuan, naik 8,6 basis poin kini di 4,035%.
Sentimen domestik
Bila lanskap global masih memberikan ketidakpastian, tak berbeda juga dengan kondisi domestik.
Setelah susunan kepengurusan Badan Pengelola Investasi Danantara diumumkan, para investor sejatinya sudah lebih lega menyusul nama-nama yang menempati jabatan, berasal dari kalangan profesional di pasar.
Namun, terlihat bahwa investor masih cenderung wait and see karena belum semua nama pengurus Danantara dirilis. Indeks saham ditutup melemah 1,55% kemarin, sedangkan yield SUN 10Y menyentuh 7,17%.
CEO Danantara Rosan Roeslani mengatakan, nama-nama yang diumumkan masih akan berkembang. Sebab, masih ada nama lain yang sejatinya sudah masuk, tapi masih berstatus karyawan di lembaga lain, sehingga butuh waktu untuk mengurus kepindahan.
"Kami pastikan tidak ada satu pun dari nama-nama tersebut yang merupakan nama titipan," kata Rosan.

Di sisi lain, tekanan jual di pasar surat utang yang melejitkan tingkat imbal hasil sejatinya telah membawa obligasi negara di level yang atraktif. Namun, kenaikan yield Treasury kembali mempersempit selisih imbal hasil menjadi 280 basis poin dari tadinya nyaris 300 basis poin.
Latar belakang pasar global dan kecenderungan pasar domestik jelang libur panjang Idulfitri, mungkin akan membuat rupiah cenderung terbatas pergerakannya dengan potensi pelemahan yang masih besar.
Hari ini, pelaku pasar akan mencermati hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bank BUMN besar yaitu PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), lalu rilis data keyakinan konsumen AS dan iklim bisnis Jerman, juga kabar dari Tiongkok menyusul dimulainya Boao Forum for Asia yang kadang disebut ‘Davos-nya China’.
(rui)