Bloomberg Technoz, Jakarta - Harga surat utang negara (SUN) terseret melemah pada perdagangan hari Senin, di tengah gejolak pasar yang meningkat tajam akibat kepungan sentimen negatif baik dari pasar global maupun domestik.
Mengacu data realtime OTC Bloomberg, nyaris semua tenor SUN harganya tertekan, terindikasi oleh kenaikan tingkat imbal hasil (yield) yang cukup banyak.
Yield SUN 10 tahun, misalnya, yang menjadi yield benchmark siang ini sudah di level 7,218%, naik 3,6 bps. Sementara tenor lebih pendek 2 tahun dan 3 tahun masing-masing naik 6,8 bps dan 7,5 bps.
Tenor 5Y yield-nya naik 4,1 bps kini di 6,947%. Adapun tenor 15Y sudah di 7,226% atau naik 3,1 bps, disusul oleh tenor 20Y yang menyentuh 7,246%.
Mengutip analisis tim Mega Capital, secara teknikal, yield SUN hari ini sudah diperkirakan akan menghadapi support kuat di level 7,20-7,30%.
"Kami merekomendasikan buy untuk yield 10Y SUN dalam rentang tersebut dengan timing pembelian setelah libur Lebaran. Yield spread [selisih yield SUN dengan US Treasury] kami perkirakan akan berada di level atraktif 300-310 bps," kata Fixed Income and Macro Strategist Lionel Priyadi, Economist Muhammad Haikal dan Analyst Nanda Rahmawati dari Mega Capital.
Tekanan di pasar surat utang negara hari ini melanjutkan yang terjadi pada pekan lalu meski investor asing terindikasi sudah mulai kembali berbelanja pada perdagangan Kamis, sesuai data terakhir yang dilansir oleh Kementerian Keuangan.
Asing masih membukukan net buy senilai Rp6,34 triliun selama empat hari perdagangan pekan lalu.
Namun, tekanan harga SUN sudah berlangsung sebulan terakhir tecermin dari kenaikan yield yang tak terjeda sebulan ini. Mengacu Bloomberg, yield SUN 10Y sudah naik 39,2 bps sebulan terakhir sampai perdagangan Jumat lalu.
Sedangkan tenor 2Y sudah naik 23,4 bps imbal hasilnya pada periode yang sama. Disusul oleh kenaikan yield tenor 5Y sebesar 35,6 bps.
Premi Credit Default Swap (CDS) tenor 5 tahun kini sudah di kisaran 92, mencerminkan kenaikan lebih dari 17% selama Maret, kenaikan bulanan terbesar sejak September 2022.
Tekanan yang dialami oleh pasar keuangan Indonesia hari ini bukan hanya karena sentimen pasar global yang tengah memburuk sejurus dengan kekhawatiran situasi di Turki, kenaikan tensi konflik di Gaza, juga kian dekatnya tenggat waktu penerapan kebijakan tarif impor Amerika Serikat pada 2 April nanti.
Faktor domestik juga membuat para investor makin kehilangan pegangan. "Investor pada umumnya merasa tidak yakin tentang arah kebijakan ekonomi di bawah Presiden Prabowo," kata Kok Hoong Wong, Head of Institutional Equities Sales Trading di Maybank Securities, dilansir dari Bloomberg News.
(rui)