Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Rupiah melemah pada pembukaan hari pertama perdagangan spot valas di pekan terakhir sebelum libur panjang Idulfitri.

Pelemahan rupiah terjadi di tengah lanskap pasar global yang cenderung negatif menyusul pecahnya krisis di Turki, kenaikan tensi konflik di Gaza, juga kian dekatnya tenggat waktu penerapan kebijakan tarif impor Amerika Serikat pada 2 April nanti.

Rupiah juga tertekan sentimen domestik yang masih suram seiring dengan peningkatan premi Credit Default Swap (CDS) hingga 17% selama bulan ini, memicu tekanan jual asing di pasar saham lebih dari Rp7 triliun pekan lalu.

Rupiah dibuka stagnan di Rp16.500/US$ dan selanjutnya melemah 0,18% di level Rp16.530/US$. Sedangkan di pasar offshore, rupiah NDF bergerak melemah di Rp16.555/US$.

Sentimen pasar global yang memburuk di awal pekan juga telah menyeret hampir semua mata uang Asia melemah.

Yen Jepang memimpin pelemahan dengan tergerus 0,33%, ringgit 0,27%, baht 0,24%, won Korsel 0,21%, dolar Taiwan 0,12%, yuan renminbi 0,11%, yuan offshore 0,09%, peso 0,04%, dolar Singapura dan dolar Hong Kong 0,04% dan 0,0,1%.

Indeks dolar AS yang pekan lalu telah menguat, pada awal pekan ini kembali menguat kini di 104,12.

Pelemahan rupiah berlangsung juga ketika IHSG kembali dibuka melemah pagi ini di 6.224. Sementara di pasar surat utang, tekanan harga surat utang negara juga berlanjut setelah pekan lalu juga arus jual menguat.

Yield tenor 12Y pagi ini naik 21,9 basis poin kini di level 7,171%. Sedangkan tenor 2Y naik 2,8 bps dan 5Y naik 1,1 bps. Adapun tenor 10Y SUN naik 1,7 bps pagi ini di 7,199%. Yield tertinggi SUN kini ada di tenor 18Y di 7,241% dengan kenaikan 9,7 bps pagi ini.

Secara teknikal, rupiah telah menembus level support terdekat di Rp16.530/US$, dan kemungkinan bergerak hingga Rp16.550/US$ bila tekanan berlanjut. Level support kuat terlihat di Rp16.600/US$.

Mencermati tren perdagangan sepekan ke depan, selama nilai rupiah bertengger di atas Rp16.600/US$ usai tertekan pelemahan, maka masih ada potensi untuk lanjut melemah hingga Rp16.700/US$ hingga Rp16.800/US$.

Analisis Teknikal Nilai Rupiah Senin 24 Maret 2025 (Riset Bloomberg Technoz)

Tekanan domestik

Tekanan jual asing masih membesar di pasar saham, dipicu terutama oleh faktor domestik terkait ketidakpastian kebijakan ekonomi Presiden Prabowo Subianto, ditambah kenaikan tensi politik pasca beleid kontroversial yang mengatur perluasan peran militer di ranah sipil menuai protes keras dari masyarakat.

Tekanan yang membesar di pasar keuangan domestik berjalan sejurus dengan kenaikan tingkat risiko investasi RI yang terus meningkat.

Premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia untuk tenor 5 tahun, naik 1% pagi ini menyentuh 92,53, tertinggi sejak November 2023 lalu. Padahal, sepekan lalu, premi CDS sudah melesat hingga 11%. Dalam sebulan terakhir, tingkat risiko investasi RI sudah melonjak 17,4% month-to-date, yang menjadi kenaikan bulanan terbesar sejak September 2022 silam.

Pekan lalu, lembaga pemeringkat kredit global, Moody's Ratings, merilis hasil evaluasi periodik terhadap peringkat utang Indonesia. Moody's tidak mengubah peringkat utang RI, yakni level investment grade Baa2 dan mempertahankan outlook stabil. 

Meski begitu, ada beberapa catatan yang dilansir oleh Moody's terkait fiskal, potensi pelemahan pertumbuhan juga dampak pembentukan Badan Pengelola Investasi Danantara.

Lembaga yang termasuk triumvirat pemeringkat global bersama S&P dan Fitch Ratings itu, menilai pemotongan belanja publik baru-baru ini menurut Moody's bisa menyebabkan pertumbuhan yang sedikit lebih rendah pada paruh pertama tahun 2025.

Begitu juga keputusan pemerintah Indonesia membatalkan kenaikan PPN 12%, dinilai menciptakan ketidakpastian tentang pertumbuhan pendapatan di masa mendatang meskipun ada upaya untuk meningkatkan kepatuhan dan tata kelola pajak.

"Efektivitas pemerintahan saat ini dan yang akan datang dalam meningkatkan basis pendapatan masih belum pasti," kata Martin Petch, VP-Senior Credit Officer dan Gene Fang, Associate Managing Director Moody's dalam laporan tinjauan berkala tertanggal 18 Maret 2025 tersebut.

beban pemerintah RI tetap stabil di tingkat rendah sehubungan dengan ukuran ekonomi dan bila dibanding negara lain. 

(rui)

No more pages