Bloomberg Technoz, Jakarta - Rupiah masih terbebani berbagai sentimen negatif yang potensial melemahkan, terutama dari pasar domestik. Arus jual investor asing yang berlanjut di pasar saham menyusul peningkatan risiko investasi yang melejit kian tinggi, akan membuat pamor rupiah cenderung muram.
Melihat pergerakan rupiah di pasar offshore, pada penutupan pekan lalu, rupiah NonDeliverable Forward (NDF) di pasar New York ditutup melemah 0,23% di level Rp16.540/US$. Pada Senin pagi ini ketika pasar Asia mulai dibuka, rupiah NDF bergerak stabil di kisaran Rp16.535/US$. Sedangkan indeks dolar AS yang pekan lalu sudah menguat 0,36% pagi ini dibuka menguat di 104,11.
Level rupiah forward pagi ini masih lebih lemah dibandingkan posisi penutupan rupiah pada perdagangan Jumat pekan lalu, yakni di Rp16.500/US$. Hal itu mengisyaratkan potensi pelemahan rupiah hari ini masih terbuka terlebih bila tekanan jual di pasar saham oleh investor asing semakin masif.
Sebagai gambaran, sepanjang pekan lalu rupiah tergerus 0,91%, menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia. Pada pekan lalu, investor asing membukukan net sell senilai US$ 432,1 juta atau sekitar Rp7,13 triliun.
Itu menjadi nilai penjualan saham oleh pemodal global yang terbesar di Asia pekan lalu, setelah Jepang da Taiwan. Sementara di pasar surat utang, asing masih membukukan net buy senilai Rp6,34 triliun selama empat hari perdagangan pekan lalu.
Tekanan jual asing yang dipicu terutama oleh faktor domestik terkait ketidakpastian kebijakan ekonomi Presiden Prabowo Subianto, ditambah kenaikan tensi politik pasca beleid kontroversial yang mengatur perluasan peran militer di ranah sipil menuai protes keras dari masyarakat.
Pekan ini, kalender ekonomi di ranah domestik, cenderung sepi seiring dengan kian dekat periode musim libur panjang Lebaran. Para pemudik sudah mulai bergerak ke daerah asal. Transaksi di pasar keuangan cenderung lebih sepi jelang libur panjang meski mungkin ada potensi lebih bergairah seiring berbagai rencana buyback saham yang dilansir oleh para emiten besar.

Secara teknikal nilai rupiah berpotensi melanjutkan tren pelemahan di zona merah menuju Rp16.530/US$ sampai dengan Rp16.550/US$, dengan mencermati support kuat rupiah pada Rp16.600/US$.
Sementara trendline sebelumnya pada time frame daily menjadi resistance terdekat potensial pada level Rp16.450/US$. Kemudian, target penguatan lanjutan untuk kembali ke level Rp16.400/US$.
Mencermati tren perdagangan sepekan ke depan, selama nantinya nilai rupiah bertengger di atas Rp16.600/US$ usai tertekan pelemahan, maka masih ada potensi untuk lanjut melemah hingga Rp16.700/US$ hingga Rp16.800/US$.
Sebaliknya apabila terjadi penguatan optimis di Rp16.400/US$ dalam tren jangka menengah (Mid-term), maka rupiah berpotensi terus menguat dan uji resistance baru hingga Rp16.300/US$.
Risiko investasi naik
Tekanan yang membesar di pasar keuangan domestik berjalan sejurus dengan kenaikan tingkat risiko investasi RI yang terus meningkat.
Mengacu data Bloomberg, premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia untuk tenor 5 tahun, naik 1% pagi ini menyentuh 92,53, tertinggi sejak November 2023 lalu. Padahal, sepekan lalu, premi CDS sudah melesat hingga 11%. Dalam sebulan terakhir, tingkat risiko investasi RI sudah melonjak 17,4% month-to-date, yang menjadi kenaikan bulanan terbesar sejak September 2022 silam.
Credit Default Swap merupakan kontrak antara penjual dan pembeli CDS dengan membayar biaya (fixed premium) pada periode tertentu (maturity) dan kompensasi tertentu apabila terjadi credit event.
Mengacu ISDA (International Swaps and Derivatives Association), credit event mengacu pada dua haal, yakni kebangkrutan dan gagal bayar. Dengan kata lain, CDS adalah sejenis perlindungan/proteksi atas risiko kredit.
Alhasil, kenaikan harga CDS mengindikasikan para investor menaikkan pembelian asuransi akan terjadinya kegagalan kredit karena menilai situasi saat ini lebih berisiko dari sebelumnya.
Pekan lalu, lembaga pemeringkat kredit global, Moody's Ratings, merilis hasil evaluasi periodik terhadap peringkat utang Indonesia. Moody's tidak mengubah peringkat utang RI, yakni level investment grade Baa2 dan mempertahankan outlook stabil.
Meski begitu, ada beberapa catatan yang dilansir oleh Moody's terkait fiskal. Lembaga yang termasuk triumvirat pemeringkat global bersama S&P dan Fitch Ratings itu, memperkirakan beban pemerintah RI tetap stabil di tingkat rendah sehubungan dengan ukuran ekonomi dan bila dibanding negara lain.
Namun, peringkat Baa2 juga mempertimbangkan kelemahan dalam metrik fiskal Indonesia yang lebih luas, kata Moody's.
Secara khusus, keterjangkauan utang Indonesia lemah karena basis pendapatan yang rendah tetapi masih dapat dikelola. Asumsi dasar kami adalah bahwa disiplin fiskal akan terus berlanjut, mendukung stabilisasi beban utang di sekitar level saat ini. Akan tetapi, keputusan pemerintah Indonesia untuk menunda kenaikan tarif PPN 12% kecuali untuk barang mewah, menimbulkan ketidakpastian tentang pertumbuhan pendapatan di masa mendatang meskipun ada upaya untuk meningkatkan kepatuhan dan tata kelola pajak. Efektivitas pemerintahan saat ini dan yang akan datang dalam meningkatkan basis pendapatan masih belum pasti," kata Martin Petch, VP-Senior Credit Officer dan Gene Fang, Associate Managing Director Moody's, dalam salinan hasil evaluasi yang dilihat oleh Bloomberg Technoz.
Sebelumnya Fitch Ratings juga menyoroti dampak fiskal dari berbagai kebijakan pemerintah terakhir. Fitch memprediksi defisit fiskal RI akan naik menjadi 2,5% terhadap PDB pada tahun ini, dari perkiraan semula sebesar 2,3% pada 2024. Prospek fiskal dinilai sangat tidak pasti, terutama dalam jangka menengah.
"Pembalikan rencana kenaikan tarif PPN sebesar 12% akan mengakibatkan kerugian pendapatan yang diperkirakan Fitch sebesar 0,3% dari PDB," kata George Xu Director and Primary Rating Analyst Fitch Ratings, dilansir dari laporan Fitch.
Upaya pemerintah untuk meningkatkan efisiensi belanja, lanjut dia, termasuk 1,3% terhadap PDB dalam pemotongan belanja yang dialokasikan kembali untuk program makanan gratis, mungkin menghadapi tantangan dalam menggunakan penghematan anggaran secara penuh, yang berpotensi menyebabkan pengeluaran yang kurang.
(rui)