Komunitas halal dunia yang mencapai nilai pasar hingga USD 3 triliun dianggap sebagai peluang emas. Donny mengajak para pelaku usaha untuk menyadari potensi ini. "Kita sendiri belum sadari sebagai sebuah bangsa... mungkin jawabannya adalah di halal culture," ujarnya. Ia juga menekankan bahwa pasar halal bukan hanya milik negara mayoritas Muslim, tetapi tersebar di berbagai negara dengan komunitas Muslim yang besar seperti Amerika Serikat dan Inggris.
Winda Mizwar menyoroti pandangan unik Donny sebagai seorang non-Muslim yang justru sangat memahami dan mengapresiasi nilai halal sebagai kekuatan ekonomi. "Baru kali ini ada seorang non-Muslim yang ngelihat halal itu adalah sesuatu yang... harta warisan nih," komentar Winda dengan kagum.
Donny menyatakan bahwa konsumen global, termasuk dari Timur Tengah, memilih Sour Sally bukan hanya karena rasa, tetapi karena nilai yang mereka percaya. "Sertifikasi halal adalah salah satu alasan kenapa mereka mengambil brand kami," jelasnya.
Dalam diskusi, Sisi Aspasia juga bertanya tentang bagaimana nilai-nilai toleransi diterapkan dalam manajemen internal perusahaan. Donny menjelaskan bahwa keberagaman sudah menjadi bagian dari budaya kantor. "Kita kan Bhinneka Tunggal Ika... semua agama ada di kantor," katanya. Ia juga menceritakan kebijakan fleksibel seperti membebaskan karyawan Muslim untuk pulang lebih awal saat Ramadan.
Donny percaya bahwa pendekatan budaya dan nilai adalah kunci membangun merek yang kuat dan relevan secara global. "Kita ingin go global itu bukan hanya partisipasi... tapi mudah-mudahan bisa jadi pemenang juga," tegasnya.
Saksikan kisah lengkap dan inspiratif ini di Bloomberg Technoz Podcast - Ramadan Spark, eksklusif di www.bloombergtechnoz.com.
(btp)