Bloomberg Technoz, Jakarta - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) membeberkan dampak pada sektor pariwisata, terutama perhotelan, akibat efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah.
Ketua bidang Litbang dan IT Badan Pimpinan Pusat (BPP) PHRI Christy Megawati mengungkapkan hasil survei Sentimen Pasar Dampak Kebijakan Penghematan Anggaran Pemerintah yang dilakukan PHRI pada Maret 2025.
Dari 726 responden, yang merupakan pemain industri perhotelan di 30 provinsi, 88% di antaranya memprediksi mereka akan menghadapi keputusan sulit, seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pengurangan upah karyawan, untuk mengurangi beban biaya operasional.

Di sektor perhotelan yang mempekerjakan banyak pegawai, hal ini berisiko menyebabkan defisit operasional, bahkan penutupan hotel. Sebanyak 58% responden memperkirakan adanya potensi gagal bayar pinjaman pada bank akibat kondisi yang semakin sulit.
Dampak pemotongan anggaran ini juga berpengaruh pada penerimaan pajak hotel. Sebanyak 75% dari pelaku industri pariwisata memprediksi target pajak yang ditetapkan tidak akan tercapai.
Sementara itu, 71% lainnya khawatir bahwa kerugian pendapatan hotel akan mengganggu rantai pasok industri ini.
Jika situasi tidak segera diatasi, 83% pelaku industri yakin sektor pariwisata akan mengalami penurunan lebih lanjut, yang akan berdampak buruk bagi ekonomi daerah yang sangat bergantung pada pariwisata.
Berdasarkan hasil survei tersebut, Christy menegaskan bahwa pemerintah harus memberikan intensif pajak, bantuan finansial, dan peningkatan promosi pariwisata.
"Kami di sini mendesak pemerintah untuk segera memberikan intervensi ini, termasuk insentif pajak, bantuan finansial, dan peningkatan promosi pariwisata," ujar Christy dalam konferensi pers secara daring, dikutip Minggu (23/3/2025).
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum GIPI Hariyadi Sukamdani turut menyuarakan relaksasi. Ia menyinggung kebijakan mengenai pemangkasan anggaran perjalanan dinas hingga 50%.
"Kami melihat bahwa lebih baik pemerintah segera [pangkas anggaran] kalau memang 50% itu dijalankan 50%. Karena per hari ini yang terjadi adalah 100% tidak ada yang jalan," imbuh Hariyadi.
“Yang paling penting, pemerintah segera merelaksasi atau menjalankan kembali anggarannya karena kalau semakin lama, maka dampaknya nanti akan merembet ke mana-mana," tambahnya.
Presiden Prabowo Subianto melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2025 melakukan pemangkasan anggaran perjalanan dinas pemerintah daerah (Pemda) sebanyak 50%.
Dalam Inpres itu, dijelaskan bahwa jumlah efisiensi Rp306,6 triliun anggaran belanja negara, terdiri atas anggaran belanja kementerian/lembaga tahun 2025 sebesar Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah Rp50,5 triliun.
(dec/ros)