Logo Bloomberg Technoz

"Jadi ini dana yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan BJB yang tidak dianggarkan secara resmi oleh BJB. Sehingga, terkait dengan upaya paksa [penggeledahan dan penyitaan] yang kami lakukan kemarin adalah menelusuri ke mana dana-dana non budgeter ini dipergunakan," ujar Budi.

Menurut Budi, korupsi dana iklan pada Bank BJB setidaknya menimbulkan kerugian negara hingga Rp222 miliar. Lembaga antirasuah ini pun yakin uang-uang hasil korupsi tersebut diberikan juga ke sejumlah pihak.

"Ini masih dalam proses penelusuran kami, tim penyidik. Uang-uang ini digunakan untuk apa saja dan siapa saja yang menikmati aliran dana non bujeter itu? Mungkin itu yang bisa kami jelaskan," kata dia.

Dalam keterangannya, Ridwan pun telah membantah deposito Rp70 miliar tersebut berasal dari penggeledahan di rumahnya. Dia memberi sinyal, penyidik tak menyita uang saat menggeledah rumahnya tersebut. Bahkan, dia pun memastikan tak ada penyitaan juga terhadap rekening atau uang Ridwan dan keluarga di kasus Bank BJB.

"Deposito itu bukan milik kami," kata politikus Partai Golkar tersebut.

Selain deposito, tim penyidik menyita beberapa kendaraan roda dua maupun roda empat; serta sejumlah aset berupa tanah, rumah, dan bangunan.

Dalam kasus ini, KPK hanya mengkonfirmasi ada lima tersangka yang diduga bersengkongkol mengakali anggaran BJB untuk promosi produk dan belanja iklan di media massa senilai Rp801 miliar periode 2021-2023. Berdasarkan informasi dua tersangka berasal dari internal Bank BJB dan tiga lainnya pihak swasta.

Berdasarkan sejumlah pemberitaan, kasus Bank BJB terungkap dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu nomor 20/LHP/XVII.BDG/03/2024. Laporan yang terbit pada 26 Maret 2024 ini menyoroti anggaran belanja iklan Bank BJB yang memiliki beda antara nilai riil yang diterima media massa; dengan laporan pengeluaran BUMD milik Pemprov Jawa Barat tersebut.

Dari total anggaran iklan, Bank BJB kabarnya telah menggelontorkan dana Rp341 miliar kepada enam perusahaan agensi yang berperan sebagai perantara antara BUMD tersebut dengan perusahaan media massa. Penunjukkan terhadap enam agensi ini pun kemudian menjadi masalah.

Pada audit BPK, Bank BJB dan agensi diduga tak melakukan sistem yang transparan sehingga menjadi celah terjadinya penggelembungan anggaran iklan. Hal ini terungkap usai BPK melakukan konfirmasi kepada sejumlah media massa untuk memastikan nilai iklan yang disepakati.

Salah satunya, khusus kepada media TV, BJB tercatat telah menggelontorkan dana hingga Rp41,06 miliar; akan tetapi hanya Rp37,93 miliar yang terkonfirmasi. Dari jumlah tersebut, berdasarkan pemeriksaan BPK, para perusahaan media massa TV sebenarnya hanya menerima iklan dengan total Rp9,79 miliar.

Sehingga, setidaknya hanya untuk iklan di media massa TV saja, BPK sudah menemukan beda antara nilai riil kontrak iklan dengan anggaran yang digelontorkan mencapai Rp28,2 miliar atau lebih dari 75% dari total uang yang dibayarkan Bank BJB. 

(azr/frg)

No more pages