Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Bank Indonesia mengerek tingkat bunga diskonto instrumen operasi moneter, Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dalam lelang rutin mingguan, di tengah gejolak yang kembali menerpa pasar keuangan domestik ditandai dengan kejatuhan indeks saham dan harga surat utang negara, serta pelemahan nilai tukar rupiah.

Tekanan pasar membesar menyusul hasil evaluasi lembaga pemeringkat kredit global, Moody's Ratings yang melihat pelemahan kekuatan fiskal dan ekonomi di Indonesia meski mereka menilai negara ini mampu mempertahankan pertumbuhan yang stabil di 5% tahun ini.

Mengacu dokumen lelang yang dilansir oleh BI, bunga diskonto SRBI tenor terpanjang, 12 bulan, ditetapkan di level 6,43%. Ini adalah kenaikan bunga SRBI pertama kali setelah dua lelang sebelumnya diturunkan.

Dalam lelang hari ini juga terlihat bahwa animo pasar begitu lesu. Nilai incoming bids hanya tercatat hanya Rp14,86 triliun, anjlok hampir separoh dibanding nilai penawaran dalam lelang SRBI pekan sebelumnya.

Para investor juga menaikkan tingkat bunga diskonto yang diminta untuk semua tenor SRBI.

Langkah BI mengerek bunga SRBI tersebut sepertinya tidak terlepas dari tekanan yang berlangsung di pasar surat utang sepekan terakhir. Meski investor asing terindikasi kembali berbelanja hingga Rp7,5 triliun pada perdagangan Kamis kemarin, harga surat utang masih terus melemah. 

Hal itu terindikasi dari tingkat imbal hasil atau yield SBN yang naik di hampir semua tenor. Mengacu data Bloomberg, sampai jelang penutupan pasar, yield 5Y sudah naik 8,4 basis poin (bps) menyentuh 6,880%.

Sementara tenor 10Y naik 6 bps kini di 7,171% atau sekitar 7,2% dan 11Y bahkan naik 9 bps menyentuh 7,123%. SBN tenor 15Y juga naik 8,2 bps ke level 7,188%. Adapun tenor pendek 2Y naik 6,3 bps menyentuh 6,692%, ketika tenor 1Y naik yield-nya 1,2 bps jadi 6,534%.

Evaluasi Moody's

Lembaga pemeringkat utang global, Moody's Ratings dalam laporan yang keluar hari ini, menandai beberapa risiko penurunan terhadap kekuatan fiskal dan ekonomi Indonesia kendati Moody's masih memperkirakan RI bisa membukukan pertumbuhan stabil di 5% sampai tahun depan.

Melansir Bloomberg News, pertumbuhan ekonomi RI akan mencapai 5% tahun ini dan 5,1% pada 2026, didorong oleh konsumsi dan investasi swasta yang kuat.

Akan tetapi, dampak tarif perdagangan AS terhadap kinerja ekspor dan pengeluaran pemerintah yang lebih lambat ketika pendapatan juga rendah, bisa menimbulkan risiko penurunan pertumbuhan jangka pendek, menurut lembaga rating yang menjadi satu dari triumvirat rating agency global itu.

Aturan retensi pendapatan ekspor yang baru diterapkan, atau mandatori penerimaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) bisa membantu mendukung cadangan devisa RI kendati itu bisa memicu risiko atas pertumbuhan investasi jangka pendek karena dapat mengganggu arus kas eksportir komoditas, jelas Moody's.

Sementara terkait pembentukan Danantara, lembaga baru itu potensial membuat BUMN lebih efisien hingga bisa menarik lebih banyak modal asing. Akan tetapi, kurangnya kejelasan dalam operasi dan tata kelolanya akan meningkatkan risiko potensial terhadap prospek fiskal, menurut Moody's.

Moody's menilai, mekanisme peninjauan proyek dan proses pengambilan keputusan yang tidak jelas, ditambah dengan dewan yang mencakup sejumlah individu terafilisasi politik dan bisnis, bisa menimbulkan persepsi bahwa keputusan investasi lebih mengutamakan faktor politik ketimbang ekonomi.

Moody's tahun lalu mempertahankan peringkat Indonesia di level investment grade Baa2 dan mempertahankan outlook stabil untuk surat utang RI.

Kala itu, Moody's juga menurunkan skor untuk kekuatan ekonomi RI yang menjadi salah satu pertimbangan pemeringkatan kredit. Moody's beralasan fleksibilitas pasar tenaga kerja melemah disusul penurunan sumbangan manufaktur dalam output perekonomian.

Moody's juga menurunkan skor kekuatan fiskal RI satu tingkat dari semula menjadi ba1 untuk mencerminkan moderasi pendapatan yang diharapkan seiring penurunan harga komoditas.

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam pernyataan resmi pagi ini mengatakan, kepercayaan Moody's terhadap resiliensi ekonomi RI menjadi salah satu indikator positif yang mencerminkan keyakinan dunia internasional terhadap fundamental ekonomi Indonesia yang solid, di tengah ketidakpastian keuangan global.

Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pernyataan resmi yang dilansir Kementerian Keuangan mengatakan, mengapresiasi penilaian Moody's. "Pemerintah akan terus berkomitmen untuk memperkuat fondasi ekonomi Indonesia dan memastikan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan," kata Menteri Sri.

-- koreksi pada laporan Moody's terkait skor kekuatan fiskal dan ekonomi, dan penambahan komentar Menkeu Sri Mulyani.

(red)

No more pages