Bloomberg Technoz, Jakarta - Gejolak pasar keuangan domestik kembali menguat di tengah tekanan jual investor asing yang masih terus berlanjut terutama di pasar saham, ketika ketegangan di lanskap politik dalam negeri meningkat pasca pengesahan RUU TNI menuai protes luas masyarakat.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 2,5% pada pukul 10:20 WIB menyentuh 6.218,89. Sedangkan di pasar surat utang, mayoritas tenor mencatat penurunan harga, terindikasi dari kenaikan tingkat imbal hasil alias yield.
Imbal hasl (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tenor 5Y naik 4,7 basis poin menyentuh 6,843%. Lalu, tenor 10Y naik 3 basis poin kini di 7,141%. Adapun tenor 11Y bahkan melompat hingga 9 basis poin mententuh 7,123%.
Sementara tenor pendek 2Y juga naik 1,4 basis poin kini di 6,643%. Hanya tenor terpanjang 30Y yang turun yield-nya 2,6 basis poin pagi ini di 7,056%, serta tenor 1Y yang berubah sedikit 0,9 basis poin jadi 6,510%.
Investor asing terindikasi baru saja memborong Rp7,5 triliun SBN pada perdagangan Kamis kemarin dan mengantarkan proporsi penguasaan di pasar sekunder surat utang ke level tertinggi sejak Februari 2022 silam.
Nilai rupiah melanjutkan pelemahan yang sudah berlangsung sejak awal pasar spot dibuka. Kurs rupiah terhadap dolar AS kini menyentuh Rp16.505/US$, menembus level support pertama. Bila tekanan berlanjut, rupiah bisa menuju Rp16.530/US$.
Asing Hati-hati
Beberapa bank investasi asing menyoroti peningkatan tensi ketegangan domestik di Indonesia pasca pengesahan RUU TNI, di tengah kekhawatiran yang belum sepenuhnya hilang tentang prospek fiskal RI ke depan.
Bank investasi asal AS, Citigroup, mempertahankan pandangan hati-hati terhadap Indonesia setelah pengesahan RUU yang kontroversial tersebut.
Aksi unjuk rasa penentangan RUU TNI menurut Citigroup mengingatkan pada demonstrasi pada Agustus lalu ketika publik menentang upaya DPR yang hendak merevisi RUU Pemilihan Kepala Daerah.
Melansir Bloomberg News, Analis Citigroup Ferry Wong mengatakan, kepastian implementasi reformasi secara transparan akan menjadi kunci dalam menjaga kepercayaan publik dan mendukung kerangka demokrasi Indonesia.

Valuasi pasar saham Indonesia saat ini memang sudah 'murah' berdasarkan ekspektasi rasio harga dan pendapatan saat ini. Citi menyukai saham defensif berbasis konsumsi. Pilihan utama di antaranya BBRI, BBNI, BBCA, GOTO, AMRT, ICBP, ASII, ANTM dan UNTR.
Sementara itu Maybank bersikap netral terhadap surat utang RI karena peningkatan risiko politik dan fiskal.
"Perincian mengenai bagaimana agenda ekonomi Presiden Prabowo Subianto akan dibayai masih sangat sedikit, ditambah rumor pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang telah ditepis, telah meningkatkan kekhawatiran pasar," kata Winson Phoon, Head of Fixed Income Research Maybank, dilansir dari Bloomberg News.
Pun halnya pembicaraan terkait perubahan mandat Bank Indonesia terkait rencana pembelian Surat Berharga Negara juga menimbulkan kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi yang dibiayai oleh utang serta independensi bank sentral, kendati Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan tidak ada perubahan yang diperkirakan pasar.
Investor asing terus melanjutkan aksi jual aset-aset di pasar keuangan domestik. Di saham, asing telah membukukan net sell senilai US$ 543,3 juta month-to-date atau selama Maret. Angka itu setara Rp9 triliun dengan kurs dolar AS saat ini.
Sedangkan di pasar surat utang, investor asing kembali masuk di mana pada perdagangan Kamis (20/3/2025), asing membukukan belanja SBN senilai Rp7,47 triliun, mengakhiri periode net sell yang telah berlangsung enam hari perdagangan beruntun.
Kini posisi asing di SBN kembali meningkat, mencapai Rp900,51 triliun, berdasarkan data terbaru yang dilansir oleh Kementerian Keuangan RI hari ini.
Level kepemilikan asing di SBN itu menjadi yang tertinggi sejak 18 Februari 2022 silam. Namun, masih jauh di bawah penguasaan sebelum pandemi yang pernah menyentuh Rp1.092,02 triliun.
Peringkat Utang
Lembaga pemeringkat global Moody's Investor Service, menetapkan peringkat kredit atau sovereign credit rating (SCR) Indonesia pada level Baa2 dengan outlook stabil.
Moody's yang termasuk dalam triumvirat lembaga pemeringkat internasional yang disegani oleh pasar, menilai, perekonomian Indonesia tetap resilien didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang stabil dan solid serta kredibilitas kebijakan moneter dan fiskal yang terjaga.
Di bagian lain, FTSE Russell telah merilis hasil tinjauan kuartalan untuk FTSE Global Equity Index Series yang akan berlaku efektif mulai Senin, 24 Maret 2025, setelah penutupan perdagangan pada Jumat ini.
Bloomberg Technoz sudah mengkonfirmasi pembaharuan ini kepada Wanming Du, Policy Director FTSE Russel.
Dalam pembaruan ini, saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dikeluarkan dari kategori Large Cap dan diturunkan ke Mid Cap. Sementara itu, tidak ada saham yang masuk dalam kategori Large Cap.

Untuk kategori Small Cap, dua saham masuk, yaitu PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL) dan PT MNC Digital Entertainment Tbk (MSIN). Sebaliknya, PT Global Mediacom Tbk (BMTR) dikeluarkan dari kategori ini.
Pada kategori Micro Cap, terdapat beberapa penyesuaian dengan delapan saham yang masuk, yakni PT Bank Mayapada Internasional Tbk (MAYA), BMTR, PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD), PT Multipolar Tbk (MLPL), PT Panca Budi Idaman Tbk (PBID), PT Harum Energy Tbk (HRUM), PT Trans Power Marine Tbk (TPMA), dan PT Uni-Charm Indonesia Tbk (UCID).
Sementara itu, enam saham dikeluarkan dari kategori ini, yaitu PT Buyung Poetra Sembada Tbk (HOKI), PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN), PT Petrosea Tbk (PTRO), PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk (TRIM), PT Tripar Multivision Plus Tbk (RAAM), dan PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG).
(rui/aji)