NDRC tidak menanggapi permintaan komentar melalui faksimili.
Badan pengatur cadangan negara China, yang sebelumnya dikenal sebagai Biro Cadangan Negara, itu mengelola segala hal mulai dari persediaan minyak mentah hingga daging babi dan tembaga, dan skala pembeliannya berarti dapat berdampak material pada harga pasar.
Badan tersebut telah meningkatkan persediaan logam termasuk kobalt dalam beberapa tahun terakhir, dan juga telah mengganti persediaan tembaga lama dengan yang baru secara bergiliran.
Langkah Beijing terutama tentang kemampuannya untuk memenuhi permintaan di masa sulit, meskipun persediaan tersebut juga dapat digunakan untuk menyeimbangkan pasokan dan menstabilkan harga.
Meskipun pemerintah China terkadang mengumumkan beberapa rencana penimbunan, rincian seperti waktu dan kuantitas biasanya dianggap rahasia dan tidak dipublikasikan.
NDRC juga mengatakan dalam laporan tahunannya bahwa mereka akan terus membangun fasilitas penyimpanan untuk biji-bijian, kapas, gula, daging, dan pupuk, ditambah pangkalan cadangan minyak nasional dan gudang penyimpanan umum. Mereka juga bertujuan untuk meningkatkan pengelolaan cadangan, dan efisiensi operasional.
China telah mendiversifikasi pemasok komoditasnya selama beberapa waktu, dengan tujuan meminimalkan risiko — tetapi kini juga menghadapi dislokasi perdagangan global yang dipicu oleh tarif Presiden AS Donald Trump dan volatilitas pasar yang diakibatkannya. Harga beberapa logam juga telah terdorong naik.
Pada Kamis (20/3/2025), tembaga di Bursa Logam London menembus US$10.000 per ton ke level tertinggi sejak Oktober, sementara harga di Comex New York mendekati rekor tertinggi.
Trump bulan lalu memerintahkan Departemen Perdagangan AS untuk menyelidiki impor tembaga, yang mungkin sebagai antisipasi pengenaan bea masuk. Sejak saat itu, harga telah melonjak dan para pedagang telah berebut untuk mengirim logam ke Amerika, yang pada gilirannya mengurangi pasokan di seluruh dunia.
Kobalt, bahan baterai yang mengalami penurunan harga tajam akibat meningkatnya produksi global dalam beberapa tahun terakhir, juga telah melonjak bulan ini — setelah moratorium ekspor diperkenalkan oleh Republik Demokratik Kongo, produsen terbesar di dunia.
(bbn)






























