Bloomberg Technoz, Jakarta – Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia/Indonesian Coal Mining Association (APBI/ICMA) menyarankan pemerintah untuk berhati-hati dalam menggarap proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME), yang nilai keekonomiannya belum tertakar.
“Untuk DME ini memang masih dalam tahap pengembangan ya. Cuma tantangan utamanya masih soal keekonomiannya,” kata Plt Direktur Eksekutif APBI/ICMA Gita Mahyarani saat dihubungi, Jumat (21/3/2025).
Tidak hanya itu, Gita mengatakan gasifikasi batu bara menjadi DME membutuhkan investasi yang sangat besar, meski dia tidak mengelaborasi berapa perkiraan modal yang dibutuhkan untuk proyek hilirisasi tersebut.
Dari sisi industri, hingga saat ini juga belum ada bukti solid terkait dengan tingkat keberhasilan gasifikasi batu bara menjadi DME.
“Untuk DME, memang ini masih menjadi tantangan. Sampai sekarang belum ada contoh keberhasilan DME yang terbukti secara keekonomiannya. Jadi perlu juga kajian lebih lanjut sebelum proyek ini berjalan,” ujarnya.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya mengatakan sudah ada empat korporasi China yang melakukan kajian terhadap proyek DME batu bara di Indonesia yang akan digunakan sebagai substitusi gas minyak cair atau liquefied petroleum gas (LPG).
Namun, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan keempat perusahaan asal Negeri Panda itu menyimpulkan hasil kajian yang berbeda-beda.
Dia tidak menampik, salah satu di antaranya menyatakan proyek DME tidak feasible atau tidak bisa dilakukan di Indonesia. Sementara itu, sisanya membeberkan angka yang variatif, khususnya perihal besaran tingkat pengembalian modal perusahaan atau internal rate of return (IRR) yang bisa mencapai 12% bahkan 22%.
“Trus kami mikir, kok ini bisa begini ya. Kok ada yang gap-nya tinggi sekali antarmereka. Nah, ini kita mesti exercise,” kata Tri di agenda Mining Forum 2025, awal pekan ini.
Kementerian ESDM lantas meminta empat perusahaan tersebut untuk memberikan contoh perhitungan agar kajian proyek DME batu bara tidak hanya berupa kalkulasi di atas kertas, melainkan bisa dilaksanakan dengan baik.
“Memang kita merencanakan DME pengganti LPG yang kita impor sekitar 7—8 juta ton per tahun, tetapi proses [substitusinya] enggak mungkin langsung semua. Secara bertahap harapannya kita dapat menekan angka-angka impor ini,” ujarnya.
Berbagai pakar telah berkali-kali memperingatkanproyek DME batu bara tidak ekonomis jika ditujukan untuk menyubstitusi impor LPG, lantaran harga netback-nya tidak setimpal. Produk akhir DME dari gasifikasi batu bara dinilai terlalu mahal jika dibandingkan dengan harga LPG yang disokong oleh anggaran subsidi energi.
Akan tetapi, pemerintah dalam berbagai kesempatan kembali menggaungkan niat untuk menghidupkan lagi ambisi hilirisasi batu bara melalui gasifikasi menjadi DME, kali ini dengan dibiayai oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu memaparkan potensi investasi dari proyek hilirisasi batu bara sepanjang 2023—2040 mencapai US$31,82 miliar (sekitar Rp522,64 triliun).
Proyek ini, lanjutnya, juga akan menjembatani permasalahan optimasi tambang batu bara di dalam negeri, yang kebanyakan berlokasi di kawasan terpencil atau sulit dijangkau.
“Apabila sudah menjadi produk gas, tentunya banyak proses yang bisa kita lakukan karena gas itu sendiri bisa kita manfaatkan sebagai sumber energi. Terlebih, sampai saat ini, kita tahu salah satu sumber untuk mendapatkan energi murah adalah dari batu bara, tetapi di situ ada tantangan ESG dan green economy,” ujarnya di agenda Mining Forum 2025.
Hilirisasi batu bara di Indonesia juga diyakininya akan membuka 23.160 serapan tenaga kerja, meningkatkan ekspor senilai US$11,3 miliar, dan memberikan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional sejumlah US$2,26 miliar.
Proyek mercusuar DME batu bara sebelumnya sudah gagal pada era Presiden Joko Widodo. Investor dari Amerika Serikat (AS), Air Products & Chemicals, Inc (APCI), hengkang pada 2023 dari proyek DME batu bara yang dipenggawai oleh PT Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA).
Saat itu, proyek gasifikasi batu bara menjadi DMEdirencanakan selama 20 tahun di wilayah Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE) yang berada di mulut tambang batu bara Tanjung Enim, Sumatra Selatan. BACBIE akan berada di lokasi yang sama dengan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8.
Sebelum APCI angkat kaki, proyek itu mulanya digadang-gadang sanggup menghasilkan DME sekitar 1,4 juta ton per tahun dengan memanfaatkan 6 juta ton batu bara per tahun.
-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi
(wdh)