Bloomberg Technoz, Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan PT Freeport Indonesia (PTFI) akan dikenai tarif royalti bijih, konsentrat, dan katoda tembaga sesuai aturan yang berlaku; bukan mengacu pada kesepakatan izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Hal itu disampaikannya guna menanggapi pernyataan Freeport bahwa tarif royalti perseroan akan terkena nail down sampai dengan 2041, atau habisnya masa berlaku IUPK perusahaan.
Adapun, nail down dalam konteks perpajakan berarti kepastian penetapan besaran tarif secara definitif atau tidak berubah hingga masa kontrak atau izin usaha suatu perusahaan berakhir.
“[Freeport akan dikenai tarif royalti] sesuai aturan dan kita kenakan pajak yang paling tinggi. Kena dong, masak enggak kena,” ujar Bahlil saat ditemui di Istana Negara, Kamis (20/3/2025) malam, usai membahas penyesuaian tarif royalti bersama Presiden Prabowo Subianto.

Saat kembali dimintai konfirmasi apakah Freeport tidak akan diberikan fasilitas nail down seperti dalam IUPK, Bahlil menjawab, “Bukan [sesuai IUPK, tetapi] sesuai aturan yang berlaku. Ini ada aturan [peraturan menteri keuangan/PMK] yang berlaku yang sudah berjalan.”
Bahlil tidak memberikan perincian lengkap ihwal PMK yang dimaksud. Hal yang pasti, PMK saat ini hanya mengatur mengenai tarif bea keluar (BK) untuk konsentrat tembaga dengan kadar ≥ 15% Cu sebesar 7,5%, bukan tarif royalti.
Hal tersebut sebagaimana termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 38/2024 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Adapun, tarif royalti untuk tembaga saat ini termaktub dalam Peraturan Pemerintah No. 6/2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Melalui PP tersebut, tarif royalti konsentrat tembaga dipatok 4%.
Rentang Kenaikan
Dalam kesempatan tersebut, Bahlil juga mengonfirmasi telah membahas finalisasi rencana penyesuaian tarif royalti mineral dan batu bara (minerba) bersama Presiden Prabowo.
Menurut Bahlil, besaran kenaikan royalti minerba dengan sistem pentarifan progresif yang dibahas bersama Kepala Negara berada di rentang 1,5%—3% untuk berbagai komoditas pertambangan. Namun, dia tidak mengelaborasi komoditas mana saja yang dimaksud.
“[Kenaikan royaltinya] antara 1,5%, ada yang sampai 3%, tergantung; dan itu fluktuatif. Kalau harganya naik, kita naikkan [tarif royalti progresifnya] ke yang paling tinggi, tetapi kalau harganya turun juga tidak boleh mengenakan [tarif] yang besar kepada pengusaha, karena kita butuh pengusaha juga berkembang,” ujarnya.
Sebelumnya, PTFI menyatakan tarif royalti yang telah diatur dalam IUPK perseroan bersifat nail down, pada saat Kementerian ESDM tengah berencana menaikkan tarif royalti untuk biijh, konsentrat, dan katoda tembaga. Seperti diketahui, Freeport adalah produsen terbesar dari ketiga komoditas tersebut di Indonesia.
“Ya, kami kan royalti untuk Freeport diatur dalam IUPK yang tarifnya sifatnya nail down sampai 2041 itu,” kata Presiden Direktur Freeport Tony Wenas ditemui di Kompleks Parlemen, Kamis (13/3/2025).
Dalam paparannya di Komisi VI, Tony menyebut iuran royalti yang dibayarkan oleh Freeport mencapai sekitar US$400 juta atau sekitar Rp7 triliun per tahun. Freeport juga menyumbang penerimaan negara sejumlah US$4,7 miliar atau sekitar Rp85 triliun pada 2024.
Uang yang disetor sebanyak Rp85 triliun itu terdiri dari pajak badan termasuk pajak daerah, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), bea keluar, hingga bagi hasil berdasarkan UU Minerba sebesar 10%.
“Dari keuntungan bersih itu dibagi ke daerah 6%, dan 4% ke pusat, dividen [termasuk] di situ. Jadi total ada US$4,7 miliar,” ujarnya.
Baru-baru ini, pemerintah akan merevisi Peraturan Pemerintah No. 26/2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian ESDM, serta revisi PP No. 15/2022 tentang Perlakukan Perpajakan dan/atau PNBP di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara.
Revisi itu memuat sederet penetapan tarif baru dan kenaikan tarif untuk berbagai komoditas pertambangan, mulai dari batu bara, nikel, tembaga, emas, timah, dan lain sebagainya.
Bahan hasil tambang Freeport, seperti bijih tembaga, akan dikenakan tarif progresif mulai 10%—17% menyesuaikan harga mineral acuan (HMA). Sebelumnya, bijih tembaga dikenai royalti single tariff hanya sebesar 5%.
Sementara itu, konsentrat tembaga akan dikenakan tarif progresif mulai 7%—10% menyesuaikan HMA, sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 4%.
Adapun, royalti katoda tembaga juga akan naik mulai 4%—7% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 4%.
Kemudian, tarif progresif emas akan naik 7%—16% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku tarif progresif mulai 3,75%—10% menyesuaikan HMA
(wdh)