Bloomberg Technoz, Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengonfirmasi telah membahas finalisasi rencana penyesuaian tarif royalti mineral dan batu bara (minerba) bersama Presiden Prabowo Subianto hari ini, Kamis (20/3/2025).
Menurut Bahlil, besaran kenaikan royalti minerba dengan sistem pentarifan progresif yang dibahas bersama Kepala Negara berada di rentang 1,5%—3% untuk berbagai komoditas pertambangan. Namun, dia tidak mengelaborasi komoditas mana saja yang dimaksud.
“[Kenaikan royaltinya] antara 1,5%, ada yang sampai 3%, tergantung; dan itu fluktuatif. Kalau harganya naik, kita naikkan [tarif royalti progresifnya] ke yang paling tinggi, tetapi kalau harganya turun juga tidak boleh mengenakan [tarif] yang besar kepada pengusaha, karena kita butuh pengusaha juga berkembang,” ujarnya di kompleks Istana Negara, Kamis malam.

Optimasi Pendapatan
Bahlil menggarisbawahi usulan kenaikan royalti minerba dari Kementerian ESDM didasari oleh tujuan pemerintah dalam mengoptimasi sumber-sumber baru pendapatan negara, termasuk dari sektor pertambangan emas, nikel, batu bara, dan komoditas lainnya.
“Di samping itu, kami juga sedang memperhitungkan untuk menggali beberapa produk turunan lain dari mineral yang selama ini belum menjadi bagian daripada pendapatan negara,” tuturnya.
“[Royalti minerba direncanakan] naik, karena apa? Karena kita tahu harga nikel sekarang bagus, harga emas bagus. Enggak fair dong kalau kemudian harganya naik, tetapi negara tidak mendapat pendapatan tambahan. Jadi ini dalam rangka menjaga keseimbangan saja.”
Realisasi setoran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor ESDM sepanjang 2024 tercatat anjlok 10% secara anual menjadi Rp269,5 triliun. Walakin, realisasi tersebut masih melampaui atau 115% dari target yang dicanangkan tahun lalu sebesar 234,2 triliun.
Subsektor minerba atau pertambangan berkontribusi paling besar dengan setoran PNBP mencapai Rp140,5 triliun atau menyumbang 46,79%. Bahlil pada bulan lalu tidak menampik penurunan PNBP tersebut dipengaruhi oleh sektor minerba akibat harga komoditas global yang sedang menurun.

Sudah Final
Saat ini, Bahlil memastikan progres peraturan presiden untuk besaran tarif royalti minerba yang baru tersebut sudah hampir final. Akan tetapi, dia tidak mendetailkan kapan beleid tersebut akan disahkan dan mulai diberlakukan.
Kenaikan tarif royalti minerba tersebut nantinya akan tertuang dalam revisi Peraturan Pemerintah No. 26/2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku di lingkungan Kementerian ESDM.
Berbagai kalangan pakar dan asosiasi pertambangan—khususnya sektor mineral — sebelumnya mengkritik rencana pemerintah menaikkan tarif royalti minerba, lantaran harga berbagai komoditas logam andalan Indonesia tengah anjlok.
Belum lagi, para penambang tengah dihadapkan pada masalah makin tingginya biaya pertambangan di Tanah Air setelah pemerintah menerapkan berbagai kebijakan baru pada 2025.
Kebijakan tersebut mencakup kenaikan biaya biodiesel B40 yang signifikan, kenaikan upah minimum regional (UMR) minimal 6,5%, kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang membuat harga alat berat makin mahal, serta pengenaan kewajiban retensi dana hasil ekspor (DHE) sebesar 100% selama 12 bulan.
Selain itu, penerapan global minimum tax (GMT) sebesar 15% mulai Tahun Pajak 2025, iuran tetap tahunan, serta pajak bumi bangunan (PBB) on shore dan tubuh bumi juga dinilai sudah memberatkan pelaku industri pertambangan saat ini.
Dalam sosialisasi kepada pengusaha pada Sabtu (8/3/2025), Ditjen Minerba mengumumkan usulan kenaikan tarif royalti minerba serta perubahan mekanisme pentarifan untuk mayoritas komoditas pertambangan beserta produk hilirnya.
Komoditas seperti nikel, timah, dan tembaga bakal dikenai tarif progresif dengan rentang kenaikan yang bervariasi, setelah sebelumnya menggunakan sistem tarif tunggal. Komoditas lain yang selama ini belum dikenai royalti pun diusulkan untuk menjadi sasaran penetapan royalti.
Berikut garis besar usulan kenaikan tarif royalti minerba yang sebelumnya dipaparkan oleh Kementerian ESDM:
1. Batu bara
Tarif royalti diusulkan naik 1% untuk harga batu bara acuan (HBA) ≥ US$90/ton sampai tarif maksimum 13,5%. Sementara tarif izin usaha pertambangan khusus (IUPK) 14%—28% dengan perubahan rentang tarif (revisi PP No. 15/2022). Semula tarif progresif menyesuaikan HBA, sementara tarif PNBP IUPK sebesar 14%—28%.
2. Nikel
Pemerintah mengusulkan tarif progresif naik mulai 14%—19% menyesuaikan harga mineral acuan (HMA). Sebelumnya berlaku single tariff bijih nikel hanya sebesar 10%.
3. Nickel matte
Tarif progresif diusulkan naik 4,5%—6,5% menyesuaikan HMA sementara windfall profit dihapus. Sebelumnya berlaku single tariff 2% dan windfall profit bertambah 1%.
4. Feronikel
Tarif progresif akan naik mulai 5%—7% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 2%.
5. Nickel pig iron
Tarif progresif naik mulai 5%—7% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff sebesar 5%.
6. Bijih tembaga
Tarif progresif akan naik mulai 10%—17% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 5%.
7. Konsentrat tembaga
Tarif progresif akan naik mulai 7%—10% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 4%.
8. Katoda tembaga
Tarif progresif akan mulai 4%—7% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 4%.
9. Emas
Tarif progresif akan naik 7%—16% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku tarif progresif mulai 3,75%—10% menyesuaikan HMA.
10. Perak
Tarif royalti akan naik sebesar 5% dari sebelumnya 3,25%.
11. Platina
Tarif royalti akan naik 3,75% dari sebelumnya hanya 2%.
12. Logam timah
Tarif royalti naik mulai 3%—10% menyesuaikan harga jual timah dari sebelumnya single tariff sebesar 3%.

Di sisi lain, Kementerian ESDM juga juga mengusulkan penambahan tarif PNBP baru dari sejumlah komoditas pertambangan yang sebelumnya tidak dikenai royalti dalam PP No. 26/ 2022. Mereka a.l.:
1. Intan
Dalam usulan baru tersebut, iuran tetap untuk kontrak karya (KK) tahap eksplorasi untuk Intan sebesar Rp30.000 dan tahap eksploitasi/OP sebesar Rp. 60.000, dan iuran produksi/royalti single tariff sebesar 6,5%.
2. Perak Nitrat
Dalam usulan terbaru, iuran royalti single tariff perak nitrat dikenakan sebesar 4%.
3. Logam Kobalt
Dalam usulan terbaru iuran royalti single tariff logam kobalt dikenakan sebesar 1,5%.
4. Kobalt sebagai produk ikutan dalam nickel matte
Dalam usulan terbaru iuran royalti single tariff dikenakan sebesar sebesar 2%.
5. Perak dalam konsentrat timbal
Dalam usulan terbaru iuran royalti single tariff dikenakan sebesar sebesar 3,25%.
(wdh)