Bloomberg Technoz, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid akhirnya angkat bicara perihal kasus dugaan tindak pidana korupsi Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) tahun 2020 hingga 2024 atau era Kementerian Komunikasi dan Informartika (Kominfo).
Meutya secara singkat menyebut pihaknya akan senantiasa terbuka dan siap membantu proses hukum yang berlaku apabila memang dibutuhkan.
"Kemenkomdigi siap membantu apapun yang diperlukan, dokumen dan lain-lain. Mungkin kita kerjasama dengan Kejaksaan silahkan saja, kami terbuka dan mengikuti proses hukum yang berlaku," kata Meutya ketika ditemui di kantor Komdigi, Kamis (20/3/2025).
Pekan lalu Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komdigi Ismail telah menyampaikan bahwa pihaknya berkomitmen penuh terhadap prinsip transparansi, akuntabilitas, dan tata kelola yang baik dalam setiap proses pengadaan barang dan jasa.
Komdigi, terang Ismail, juga menyatakan dukungan penuh terkait proses penegakan hukum tersebut. "Kami siap memberikan informasi dan data yang dibutuhkan guna memastikan proses hukum berjalan dengan lancar," tegas Ismail dalam keterangan tertulis Jumat (14/3/2025).
Sebagaimana diketahui Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat tengah melakukan penyelidikan dugaan korupsi spesifik pengadaan barang/jasa dan pengelolaan PDNS senilai Rp958 miliar. Kejari Pusat menyatakan, penyelidikan bermula usai adanya temuan indikasi adanya rekayasa dalam proses pengadaan proyek.
Diduga melibatkan pejabat Kemenkominfo yang bekerja sama dengan perusahaan swasta untuk memenangkan kontrak secara tidak sah. Diduga ada kongkalikong melibatkan pejabat Kominfo dengan pihak swasta yakni PT AL atau PT Aplikasinusa Lintasarta.
Kejari Pusat telah dilakukan penggeledahan dimana tim penyidik menyita berbagai barang bukti, seperti dokumen, uang, kendaraan, tanah dan bangunan, serta barang bukti elektronik yang diduga terkait dengan kasus korupsi ini.
Pemeriksaan dugaan rekayasa tender PDNS ini terjadi di empat lokasi berbeda, dengan rincian proyek sebagai berikut:
1. 2020: PT. AL memenangkan kontrak senilai Rp60,37 miliar melalui pengkondisian.
2. 2021: Perusahaan yang sama kembali menang dengan nilai kontrak Rp102,67 miliar.
3. 2022: Syarat tertentu dihilangkan agar perusahaan tersebut kembali menang, dengan kontrak Rp188,9 miliar.
4. 2023: Perusahaan memenangkan pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak Rp350,95 miliar.
5. 2024: Perusahaan yang sama kembali menang dengan kontrak Rp256,57 miliar, meskipun bermitra dengan pihak yang tidak memenuhi standar ISO 22301.
Proyek hampir Rp1 triliun ini dalam pelaksanannya, berdasarkan keterangan Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jakara Pusat Bani Immanuel Ginting, tidak sesuai dengan Perpres No. 95/2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik "yang hanya mewajibkan pemerintah untuk membangun Pusat Data Nasional (PDN) dan bukan PDNS serta tidak dilindunginya keseluruhan data sesuai dengan BSSN."
(wep)