Logo Bloomberg Technoz

Penurunan itu yang kemudian memunculkan efek bola salju (snowball effect). Pasalnya, MSCI dan index fund global juga memiliki kepemilikan saham emiten di bursa RI.

"Jadi, ketika market cap IHSG turun drastis, mereka harus trimming untuk mempertahankan posisi masing-masing emiten mereka terhadap IHSG dalam porsi yang sama. Akibatnya, mereka harus pasang posisi jual untuk mempertahankan posisi," jelas Bernard.

"Snowball effect lanjutannya apa? Ritel. Setelah [fund asing] melakukan aksi jual, banyak investor ritel yang terkena margin call." Dalam transaksi saham, ada fasilitas margin dari broker. Fasilitas ini semacam pinjaman untuk investor jika modal membeli sahamnya kurang mencukupi.

Ada potensi keuntungan yang lebih besar jika investor menggunakan fasilitas margin. Namun, jika ternyata harga saham yang dibeli menggunakan fasilitas margin turun melewati batas senilai margin yang diterima, investor akan mendapat margin call.

Margin call berarti investor harus menambah dana untuk menutup selisih dari kerugian. Jika investor tidak memiliki dana, maka broker akan menjual saham tersebut di harga berapa pun. Kondisi ini yang turut menjadi tekanan tambahan untuk IHSG.

Terlepas dari sisi teknis ini, Bernard menjelaskan setidaknya ada tiga hal yang menjadi akar utama hingga memicu aksi jual di bursa saham, yang dimulai dari saham konglomerasi.

Pertama, belum terlihat alokasi APBN yang jelas. Alhasil, potensi pertumbuhan domestik bruto (PDB) masih samar.

Kedua, belum ada langkah nyata yang bisa mengatasi penurunan daya beli. Padahal, daya beli memiliki efek langsung terhadap PDB.

Ketiga atau terakhir, trust issue terhadap penyelenggara negara yang belum memiliki tindakan tegas terhadap koruptor dan lemahnya penegakan hukum di semua aspek.

"Jadi, kalau ada pernyataan bahwa IHSG tidak mempengaruhi ekonomi kita, yang membuat statement ini harus belajar ekonomi lagi," tegas Bernard. "IHSG, kepercayaan pasar itu mempengaruhi bisnis riil di suatu negara."

Investor Asing Turut Mencermati RUU TNI

Analis CGS International Hadi Soegiarto dalam riset terbaru menyebut bahwa dari konferensi dengan 100 investor global pada hari Selasa (18/3/2024) sore didapat enam poin utama yang menjadi pertanyaan investor asing.

Pertama, soal isu mundurnya Menteri Keuangan Sri Mulyani. Untuk isu ini, pemerintah sudah menegaskan jika Sri Mulyani masih akan tetap memimpin Kementerian Keuangan.

Kedua, potensi perubahan manajemen di BUMN yang terdaftar di Bursa.

Ketiga, prospek pendapatan pemerintah.

Keempat, kebijakan moneter Bank Indonesia (BI).

Kelima, apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan/atau membalikkan sentimen pasar yang negatif.

Keenam, usulan revisi undang-undang militer.

Sikap Pemerintah

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad bersama Ketua Komisi XI DPR Misbakhun menyambangi Bursa Efek Indonesia (BEI) usai trading halt. Di sela kunjungannya itu, mereka menyampaikan jika penurunan IHSG hingga mengalami trading halt hanya masalah persepsi.

Mukhamad Misbakhun dan Sufmi Dasco Ahmad melakukan kunjungan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (18/3/2025). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

“Kalau kita di market, kita tahu ada fundamental pasar dan ada kinerja korporasi. Semua kinerja dan fundamental pasar sedang kuat. Ini hanya soal persepsi dan sentimen saja yang terjadi,” ujar Misbakhun kepada awak media di Gedung BEI, Selasa (18/3).

Ia juga menepis anggapan bahwa Indonesia berisiko mengalami resesi. “Resesi di mana? Inflasi kita rendah, pertumbuhan ekonomi masih tumbuh. Kita tidak menemukan alasan untuk resesi,” tegasnya.

Pada kesempatan yang sama, Dasco menegaskan bahwa DPR akan terus hadir untuk memastikan kondisi pasar kembali stabil. 

“Kami ingin meyakinkan pasar bahwa mereka di-backup penuh oleh negara, di-backup penuh oleh pemerintah,” tegasnya.

(red)

No more pages