Bloomberg Technoz, Jakarta - Gejolak yang melanda pasar saham domestik pada hari Selasa lalu, terlihat mulai mereda pada hari ini ketika hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia diumumkan.
Indeks saham, IHSG, berhasil rebound dan ditutup menguat 1,42% pada perdagangan Rabu.
Namun, tekanan yang melanda harga saham ternyata berbalik menjalari pasar surat utang domestik.
Pada perdagangan Rabu ini, nyaris semua tenor Surat Berharga Negara (SBN) tertekan harganya. Bahkan SBN tenor acuan 10 tahun kembali melejit imbal hasilnya di atas 7%.
Mengacu data OTC Bloomberg sampai Rabu malam, yield SBN acuan 10 tahun naik 6,7 basis poin menyentuh 7,09%. Ini adalah tingkat imbal hasil tertinggi sejak 3 Februari atau dalam enam pekan terakhir.
Begitu juga tenor 5 tahun yang naik 8,2 basis poin, kini di 6,803% juga jadi yang tertinggi akhir Februari lalu.
Lalu, tenor 15 tahun mencatat kenaikan imbal hasil 4,2 basis poin di level 7,105%. Sementara tenor pendek 2 tahun hanya naik tipis 1,4 basis poin di 6,613%. Hanya tenor 12 tahun yang membukukan penurunan imbal hasil hari ini sebesar 4,3 basis poin di 6,921%. Lonjakan imbal hasil mengindikasikan harga obligasi tengah tertekan.
Tekanan jual yang melanda pasar surat utang sepertinya berkontribusi pada pelemahan rupiah yang hari ini akhirnya ditutup melemah terdalam di Asia di level Rp16.525/US$.

Kejatuhan harga surat utang negara pada perdagangan Rabu juga berlangsung ketika Bank Indonesia memutuskan menahan BI rate di level 5,75%, sesuai ekspektasi pasar.
Dalam dua hari perdagangan pekan ini, asing telah melepas kepemilikan SBN mereka hingga sebesar Rp869 miliar.
Kepemilikan asing di SBN yang sempat menyentuh Rp900,38 triliun, tertinggi sejak 18 Februari 2022, kini melorot menjadi Rp893,29 triliun per 18 Maret, atau sudah berkurang Rp7,09 triliun akibat aksi jual lima hari perdagangan beruntun.
Investor asing sebenarnya sudah memborong SBN sejak akhir tahun lalu. Menghitung posisi bulanan, asing sudah mencetak net buy tiga bulan beruntun sejak Desember lalu.
Animo asing yang membesar itu telah membawa harga surat utang domestik naik, ditandai dengan penurunan yield yang cukup besar. Yield SBN 10 tahun misalnya, sempat menyentuh 6,78% pada Februari lalu, terendah tahun ini.
Namun, kini imbal hasilnya kembali naik, mengindikasikan tekanan harga. Mengacu Bloomberg, yield SBN 10Y dalam sebulan terakhir sampai perdagangan kemarin, sudah naik hingga 27 basis poin (bps).
Kenaikan yield tenor 10 tahun menjadi yang terbanyak dibandingkan tenor lain sebulan terakhir. Sedangkan tenor lebih pendek 2Y dan 5Y, yield-nya naik masing-masing 9,1 bps dan 21,3 bps pada periode yang sama. Sementara tenor lebih panjang 15Y dan 20Y masing-masing naik 6,5 bps dan 5,9 bps.
Defisit fiskal
Pasar surat utang yang mulai tertekan oleh aksi jual yang membesar terutama oleh investor asing, tidak bisa dilepaskan dari sentimen terakhir yang memicu kekhawatiran pelaku pasar.
Laporan kinerja APBN sampai akhir Februari yang mencatat defisit akibat penerimaan pajak yang ambles, menyalakan alarm kehati-hatian pada para pemegang surat utang.
Defisit yang langka terjadi di awal tahun, dikhawatirkan akan memaksa Pemerintah RI menerbitkan surat utang lebih banyak untuk menambal anggaran yang tekor, di tengah rencana belanja program-program prioritas Presiden Prabowo Subianto yang memakan biaya besar.
Termasuk yang menjadi sorotan adalah batalnya rencana Kementerian Keuangan menarik dividen BUMN senilai Rp90 triliun yang sejatinya sudah dianggarkan dalam perhitungan APBN 2025. Dividen itu direncanakan akan diserahkan pada Badan Pengelola Investasi Danantara sebagai modal investasi awal.
Hitungan analis, tanpa dibarengi dengan upaya menekan pengeluaran atau menambah sumber pendapatan baru, APBN 2025 berpotensi kekurangan pendapatan senilai Rp150 triliun hingga Rp160 triliun. Hal itu bisa membawa defisit fiskal tahun ini berisiko naik hingga -3,16% hingga 3,19% dari Produk Domestik Bruto, melampaui batas atas yang diizinkan oleh Undang-Undang.
Sebelumnya, Presiden Prabowo juga membatalkan penerapan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada awal tahun yang membuat potensi pendapatan hilang sekitar Rp75 triliun.

Meski Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membagikan optimisme bahwa penerimaan pajak mulai rebound pada Maret ini.
"Pertumbuhan [penerimaan pajak] 6,6% positif lebih baik dibandingkan yang kami sampaikan Februari per akhir posisi yaitu negatif 3,8%. Pada 1-17 Maret 2025, terjadi turn around dari penerimaan bruto yang tadinya negatif 3,8% akhir Februari pada 17 Maret, posisi sudah positif 6,6%," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers, Selasa (18/3/2025).
Nyatanya respon pasar masih cenderung berhati-hati, terlihat dari tekanan jual yang terjadi hari ini. Ada kekhawatiran bila kemelut fiskal tak segera ditangani, ada risiko penurunan peringkat utang yang bisa mengguncang pasar lebih dahsyat.
Bulan-bulan ke depan adalah jadwal pengumuman credit ratings. Umumnya bulan Maret-April adalah 'jatah' Fitch Ratings dan Moody's Investors. Lalu disambung oleh pengumuman peringkat utang oleh S&P atau Standard & Poor's pada Juni atau Juli.
Pada 11 Maret lalu, lembaga pemeringkat global, Fitch Ratings, telah mempertahankan peringkat surat utang RI dengan rating BBB, satu tingkat di atas level terendah investment grade, dengan outlook stabil.
Namun, Fitch juga melansir peringatan risiko yang mungkin timbul terhadap stabilits fiskal, terkait kehadiran Danantara. Fitch menilai pembentukan Danantara berpotensi meningkatkan liabilitas kontijensi Pemerintah RI.
Potensi pembiayaan melalui Danantara atau atau badan usaha milik negara (BUMN) di bawahnya dapat meningkatkan risiko fiskal dalam jangka panjang.
(rui)