Bloomberg Technoz, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis bahwa kebijakan buyback saham tanpa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) akan dimanfaatkan oleh banyak emiten. Langkah ini diyakini dapat membantu stabilisasi pasar modal di tengah volatilitas perdagangan saham yang belakangan terjadi.
Anggota Dewan Komisioner OJK Pengawas Pasar Modal, Inarno Djajadi, mengatakan bahwa buyback tanpa RUPS memberikan fleksibilitas lebih bagi emiten untuk menjaga harga sahamnya.
“Banyak emiten yang sudah menyatakan minatnya untuk buyback. Ini menjadi sinyal positif bagi pasar,” ujar Inarno dalam konferensi pers di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (19/3/2025).
Meski tidak menyebutkan angka pasti, Inarno memastikan bahwa beberapa perusahaan telah melaporkan rencana buyback mereka.
“Kami melihat animo yang cukup besar. Emiten yang sudah mengumumkan buyback melalui RUPS tetap bisa menjalankannya tanpa menunggu keputusan rapat,” tambahnya.
Kebijakan ini mengingatkan pada mekanisme yang diterapkan saat pandemi, dengan batas buyback maksimal 20% dari saham yang beredar dan periode enam bulan.
OJK juga menegaskan akan terus memantau pelaksanaan kebijakan ini guna memastikan stabilitas dan transparansi di pasar modal.
“Kami optimistis buyback akan dilakukan oleh banyak emiten. Dengan fleksibilitas yang diberikan, perusahaan dapat segera bertindak jika kondisi pasar menuntut,” tutup Inarno.
Adapun ia juga menyebutkan bahwa sudah ada beberapa emiten blue chip, emiten perbankan, dan emiten LQ45 yang melaporkan akan segera melakukan buyback dalam waktu dekat ini.
Sebagai informasi, Kebijakan buyback saham tanpa RUPS ini sudah disampaikan kepada direksi perusahaan terbuka melalui surat resmi OJK tertanggal 18 Maret 2025. Sementara itu, penetapan kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan berlaku sampai dengan enam bulan setelah tanggal surat yang dikeluarkan OJK.
Inarno mengatakan bahwa ppsi kebijakan buyback saham tanpa RUPS tersebut adalah salah satu kebijakan yang sering dikeluarkan oleh OJK di sektor pasar modal.
Sebelumnya, kebijakan ini pernah dikeluarkan di tahun 2013, 2015, dan juga saat pandemi Covid-19 di tahun 2020. Menurut dia, pada praktiknya kebijakan ini dapat memberikan fleksibilitas bagi emiten untuk menstabilkan harga saham dalam kondisi volatilitas tinggi dan meningkatkan kepercayaan investor.
“Kami memahami bahwa kondisi pasar saat ini penuh tantangan, namun kami yakin bahwa dengan kerja sama yang erat antara regulator, pelaku pasar, dan seluruh pemangku kepentingan, kita dapat melewati fase ini dengan baik,” tutur Inarno.
Sebelumnya pada perdagangan Selasa, 18 Maret 2025, IHSG anjlok 5,02 persen ke level 5.146. Hal ini memicu mekanisme trading halt oleh BEI selama 30 menit, dimulai pukul 11:19:31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS).
Trading halt adalah kebijakan bursa untuk menghentikan perdagangan saham sementara waktu karena terjadi penurunan IHSG lebih dari 5%.
(hps)