Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Kinerja emiten-emiten BUMN Karya masih akan cukup berat di tahun ini seiring dengan anggaran infrastruktur yang dipangkas di 2025, melanjutkan tren kurang positif dari performa laporan keuangan tahun penuh 2024.

Dua BUMN Karya yang jadi perhatian pasar, PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI), telah merilis laporan keuangan 2024. Hasilnya, PTPP berhasil mencatat pertumbuhan 7% YoY pendapatan usaha mencapai Rp19,81 triliun.

Namun, setelah menghitung berbagai beban, laba bersih PTPP menyusut double digit mencapai 13% hingga tersisa Rp415,65 miliar, sehingga membuat susut laba per saham dasar menjadi Rp67 per saham.

Berbeda halnya, pendapatan usaha Adhi Karya justru ambles mencapai 35% menjadi Rp13,35 triliun pada pencapaian tahun buku 2024. Bertolakbelakang dengan itu, ADHI berhasil memangkas sejumlah beban dan efisiensi operasional hingga membuatnya mencatatkan pertumbuhan laba bersih mencapai 17% menjadi Rp252,49 miliar.

Revenue ADHI Karya (Bloomberg)

Performa yang terbilang kurang memuaskan tersebut merupakan imbas dari melemahnya gapaian kontrak baru Perusahaan Adhi Karya di tahun 2024 yang hanya Rp20 triliun, drop 47% YoY dan catatan tersebut belum mencapai target Perusahaan yang sebelumnya juga telah dipangkas ke level Rp25–28 triliun di tahun 2024.

Melansir riset terbaru Panin Sekuritas di saham BUMN Karya, Adhi Karya, Panin menilai penurunan kontrak baru disebabkan oleh high based effect yang terjadi pada tahun 2023 seiring meningkatnya nilai kontrak baru dari percepatan Proyek Strategis Nasional (PSN).

“Sementara di tahun 2024, terdapat cukup banyak agenda politik yang potensi memperlambat perolehan kontrak dan penyelesaian proyek seperti Pemilu Presiden 2024 di awal tahun, masa transisi pergantian Presiden baru, hingga Pilkada di November 2024,” paparnya.

Ke depannya, mencermati prioritas Pemerintah pada program Makan Bergizi Gratis (MBG), serta arah pembangunan yang akan lebih berfokus pada penguatan kesediaan infrastruktur pangan dan hilirisasi energi, akan membatasi ruang gerak pertumbuhan Adhi Karya. Sementara itu, proyek-proyek infrastruktur nampaknya terpangkas lagi porsi pembangunannya.

Senada akan hal itu, Bahana Sekuritas juga menyematkan rating Neutral kepada saham-saham konstruksi BUMN Karya, menyoroti sejumlah tantangan keuangan yang diyakini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu penyusutan margin akibat meningkatnya persaingan harga, belanja modal (capex) yang tinggi dan didanai oleh pinjaman bank, namun belum menghasilkan keuntungan yang signifikan.

“Saat ini, kontraktor BUMN berfokus pada perbaikan struktur keuangan melalui inisiatif restrukturisasi dan hanya memprioritaskan proyek yang menawarkan pembayaran di muka serta pembayaran bulanan,” jelas analis Bahana Sekuritas dalam riset terbaru Sector Update, dikutip Rabu (19/3/2025).

Terlebih lagi, pengurangan anggaran infrastruktur dan Kementerian terkait ini dapat menyebabkan berkurangnya banyak kontrak baru bagi pelaku sektor konstruksi—setidaknya untuk saat ini.

“Kami memulai cakupan sektor konstruksi dengan peringkat Neutral, mengingat potensi penurunan kontrak baru dalam jangka menengah.”

Untuk preferensi Bahana Sekuritas, mereka justru lebih memilih kontraktor swasta seperti PT Total Bangun Persada Tbk (TOTL) dan PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA), karena Perusahaan-perusahaan ini menawarkan prospek yang lebih stabil, profitabilitas yang baik, serta imbal hasil dividen yang menarik, didukung oleh neraca keuangan yang kuat.

“Urutan preferensi kami adalah: TOTL > NRCA > ADHI > PTPP > WIKA,” sebut Bahana.

Rekomendasi Saham ADHI dan Saham PTPP

Sejalan dengan itu, Panin juga merekomendasikan Hold untuk saham ADHI dengan target harga yang dipangkas menjadi Rp190/saham (implied PBV 0,18x di 2025F) dari sebelumnya Rp232/saham (implied PBV 0,2x di 2025F).

“Kami melihat terdapat beberapa sentimen yang dapat mempengaruhi kinerja perseroan: (1) Perolehan kontrak 2024 yang berada di bawah target (2) Potensi perlambatan perolehan kontrak 2025F akibat kebijakan efisiensi anggaran Pemerintah,” jelas Panin mengenai prospek ke depan.

Meski demikian Panin Sekuritas tetap mengapresiasi JV ADHI yang berhasil mendorong pertumbuhan bottom line, serta neraca Perusahaan yang menunjukkan perbaikan net gearing di level 0,67x dan jauh lebih baik di atas peers (2,7x).

Senada, Bahana juga menyematkan rekomendasi Hold untuk saham PTPP dengan target harga Rp328/saham mengingat terbatasnya katalis bagi Perusahaan PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP).

“Valuasi kami didasarkan pada PER 5,0x (-1 SD dari rata-rata PER 5 tahun),” tulis Bahana.

Risiko penurunan utama meliputi, anggaran infrastruktur yang lebih rendah dari perkiraan, laju pengerjaan proyek yang lebih lambat, menyeret Pelemahan GPM (Gross Profit Margin), dan juga potensi pembentukan holding dengan WIKA sebelum mencapai stabilitas keuangan.

Di sisi lain, potensi kenaikan harga saham sejatinya berasal dari kemungkinan divestasi lebih banyak aset, serta pelepasan kepemilikan PT PP Properti Tbk (PPRO).

(fad)

No more pages