Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan sudah ada empat perusahaan asal China yang melakukan studi untuk menindaklanjuti proyek hilirisasi batu bara melalui gasifikasi menjadi dimethyl ether (DME) sebagai substitusi dari gas minyak cair atau liquefied petroleum gas (LPG). 

Dalam kaitan itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan keempat perusahaan asal Negeri Panda itu menyimpulkan hasil kajian yang berbeda-beda.

Dia tidak menampik, salah satu di antaranya menyatakan proyek DME tidak feasible atau tidak bisa dilakukan di Indonesia. Sementara itu, sisanya membeberkan angka yang variatif, khususnya perihal besaran tingkat pengembalian modal perusahaan atau internal rate of return (IRR) yang bisa mencapai 12% bahkan 22%.

“Trus kami mikir, kok ini bisa begini ya. Kok ada yang gap-nya tinggi sekali antarmereka. Nah, ini kita mesti exercise,” kata Tri di agenda Mining Forum 2025, dikutip Rabu (19/3/2025). 

Pertambangan batu bara./Bloomberg-Bartek Sadowski

Kementerian ESDM lantas meminta empat perusahaan tersebut untuk memberikan contoh perhitungan agar kajian proyek DME batu bara tidak hanya berupa kalkulasi di atas kertas, melainkan bisa dilaksanakan dengan baik. 

“Memang kita merencanakan DME pengganti LPG yang kita impor sekitar 7—8 juta ton per tahun, tetapi proses [substitusinya] enggak mungkin langsung semua. Secara bertahap harapannya kita dapat menekan angka-angka impor ini,” ujarnya.

Di sisi lain, Tri menyebut saat ini di belahan dunia manapun seluruh negara tengah mengutamakan kepentingan negaranya dibandingkan negara lain. Dia mencontohkan Eropa yang saat ini tengah meningkatkan anggaran untuk membeli senjata api, tetapi tidak bergantung kepada Amerika Serikat (AS).

Presiden Perancis Emmanuel Macron baru-baru ini menyerukan negara-negara Uni Eropa untuk mengurangi ketergantungan pada peralatan militer buatan AS dan beralih ke produk pertahanan buatan Eropa.

Loh Eropa kok enggak beli dari AS gimana ini logikanya?  Ini NATO loh. Ini memang dunia sedang enggak baik-baik saja. AS ke Kanada juga nge-ban beberapa produk [dengan memberlakukan] bayar pajak dan lainnya,” ungkapnya.

“Poin saya, hampir semua negara memikirkan bagaimana negara dia bisa fight dan maju.”

Saran DPR

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Patijaya mengungkapkan sebaiknya pemerintah tidak hanya mengandalkan satu negara dalam mengusung teknologi proyek DME batu bara di Indonesia. 

“Banyak pengusung teknologi itu, kita minta mereka beauty contest. PT Bukit Asam Tbk [PTBA] misalnya yang mendapat penugasan dia berhak memilih kepada siapa dia mau berinvestasi. Saya pikir kita perlu memikirkan formulasi baru tentang bagaimana teknis tata kelolanya saja,” ujarnya.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pernah menyebut proyek gasifikasi batu bara menjadi DME akan menggunakan transfer teknologi dari AS dan China. Diketahui, hanya dua negara tersebut yang sudah terbukti memiliki dan mengembangkan teknologi gasifikasi batu bara menjadi DME di dunia ini.

Dia menambahkan proyek hilirisasi batu bara tersebut akan kembali dirapatkan secara teknis dalam waktu dekat, termasuk membahas pengecekan teknologi yang akan digunakan.

Ide gasifikasi batu bara menjadi DME pada pemerintahan Presiden Joko Widodo pernah dipasrahkan pemerintah ke PTBA, dengan bantuan investasi dari Air Products & Chemical Inc (APCI) asal AS.

Proyek itu sejatinya direncanakan selama 20 tahun di wilayah Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE) yang berada di mulut tambang batu bara Tanjung Enim, Sumatra Selatan. BACBIE akan berada di lokasi yang sama dengan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8.

Dengan mendatangkan investasi asing dari APCI, proyek itu mulanya digadang-gadang sanggup menghasilkan DME sekitar 1,4 juta ton per tahun dengan memanfaatkan 6 juta ton batu bara per tahun.

Namun, pada medio 2023, APCI hengkang dari proyek tersebut untuk fokus menggarap proyek hidrogen biru di AS. Keputusan hengkang tersebut lantas membuat kelanjutan nasib proyek gasifikasi batu bara menjadi DME terkatung-katung hingga saat ini.

Proyek ini sebelumnya menuai banyak kritik dari berbagai kalangan, lantaran dinilai  tidak ekonomis jika ditujukan untuk substitusi impor LPG yang nilainya mencapai sekitar Rp7 triliun per tahun.

Dari kalangan pengusaha tambang, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia/Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia pernah mengatakan gasifikasi batu bara menjadi DME adalah proyek yang sangat mahal.

“Untuk mengonversi batu bara menjadi gas, misalnya menjadi DME, ini kan ada teknologinya. Teknologinya kita tidak punya. Di dunia pun teknologinya tidak banyak, karena itu dia mahal,” kata Hendra saat ditemui pada sebuah kesempatan belum lama ini.

“Nah, ini yang seharusnya menjadi bahan pemikiran buat pemerintah. Kalau untuk mengolah batu bara, tetapi perusahaan diwajibkan begitu; itu tidak akan ekonomis."

(mfd/wdh)

No more pages