Bloomberg Technoz, Jakarta - PT Sarinah, anggota BUMN Holding PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau InJourney bidang ritel dan perdagangan mengaku masih memperoleh pertumbuhan penjualan di tengah lesunya daya beli masyarakat.
Direktur Utama Sarinah Fetty Kwartati mengatakan, perdagangan diseluruh gerai milik perseroan hingga saat ini masih memperlihatkan peningkatan penjualan.
"Di Sarinah, kita melihat masih ada growth dari tahun lalu dibanding tahun ini. Jadi kalau kita bicara year to date, atau year on year, ini masih tumbuh sekitar 15%," ujarnya di Jakarta, dikutip Rabu (19/3/2025).
Fetty mengatakan pertumbuhan tersebut lakukan sejalan dengan keunikan penawaran produknya yang tersebar di berbagai gerai UMKM Sarinah. Gerai tersebut menyediakan berbagai pilihan yang masih mampu menarik daya beli masyarakat.
Hanya saja, Fetty mengakui kelesuan daya beli masyarakat sejak awal tahun hingga saat ini masih sangat terasa di seluruh sektor perdagangan ritel, termasuk gerai mal Indonesia.
Hal itu dia temukan berdasarkan informasi dari para pelaku usaha masing-masing, termasuk adanya rilis data survei Bank Indonesia (BI) belum lama ini, yang memprediksi kinerja penjualan eceran Februari tahun ini menjadi yang terendah sejak masa Pandemi Covid-19.
"Jadi saat ini masih belum ter-record di dalam penurunan penjualan di Sarinah, walaupun teman-teman semua di retail sudah pasang alarm, ‘ini turun’, tapi kami masih melihatnya masih ada growth di Sarinah," ujar dia.
Bank Indonesia sebelumnya merilis data Indeks Penjualan Riil pada Februari 2025 diperkirakan kan turun atau terkontraksi sebesar 0,5% year-on-year (yoy). Padahal, Januari lalu masih tumbuh sebesar 0,5%.
Meski demikian, BI memperkirakan penjualan eceran pada Februari akan tumbuh 0,8%, setelah bulan sebelumnya anjlok dengan pertumbuhan minus 4,7% month-to-month (mom).
"Peningkatan kinerja penjualan [pada Februari, secara bulanan], didukung oleh permintaan masyarakat jelang Ramadan dan persiapan Idulfitri," jelas Bank Indonesia dalam laporan yang dikutip, Kamis (13/3/2025) lalu.
Akan tetapi, bila membandingkan kinerja penjualan eceran pada momen jelang musim perayaan tahun-tahun sebelumnya, capaian bulan Februari lalu adalah yang terendah setidaknya sejak Pandemi Covid-19.
Tahun lalu, misalnya, Lebaran jatuh pada pertengahan April. Alhasil, pada pertengahan Maret, bulan Ramadan sudah dimulai. Penjualan ritel pada Maret tahun lalu mencapai 9,9% mom dan 9,3% yoy.
Sementara pada 2023 di mana Lebaran jatuh pada akhir April, penjualan eceran pada bulan Maret juga melejit tinggi 7% mtm dan 4,9% yoy. Berlanjut pada April tahun itu dengan penjualan ritel melesat 12,8% mtm.
Sedang pada tahun 2022 ketika Idulfitri dirayakan pada awal Mei, penjualan ritel juga tumbuh tinggi pada bulan sebelumnya mencapai 8,5% yoy dan 16,5% mtm.
Pola Beli Berubah
Kalangan pengusaha ritel menilai bahwa penyebab kinerja penjualan eceran atau ritel di Indonesia terjadi lantaran pola pergeseran daya beli masyarakat terhadap merek-merek tertentu dari sisi barang konsumen.
"Dari sisi ritel FMCG, terjadi shifting, atau pola beli masyarakat berubah. Biasanya dia konsumen produk brand ini, sekarang gak terlalu tertarik," ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel (Aprindo) Solihin saat dihubungi, Senin (17/3/2025) lalu.
Solihin mengatakan perubahan perilaku konsumen tersebut juga turut menyebabkan pengurangan keuntungan pengusaha ritel. Apalagi, sejauh ini, sejumlah keuntungan ritel didominasi oleh merek-merek barang konsumen ternama.
Konsumen, kata dia, saat ini lebih memilih barang yang lebih murah dibandingkan kesadaran merek atau brand awareness yang cukup mendominasi di pasar ritel Indonesia.
"Sekarang gak harus itu, ada merek yang lain yang jauh lebih murah. Akhirnya terjadi pergeserannya ke sana. Mereka [saat ini] tidak berorientasi merek, tetapi manfaatnya sama, asalkan lebih murah," kata Solihin.
(ain)