Harga Patokan Mineral Rendah, Penambang Nikel RI Rugi Rp103 T
Mis Fransiska Dewi
19 March 2025 04:40

Bloomberg Technoz, Jakarta – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) berpandangan pengusaha menderita kerugian sekitar US$6,3 miliar (Rp103,4 triliun) dalam kurun dua tahun terakhir, akibat harga patokan mineral (HPM) bijih nikel yang ditetapkan sangat rendah oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Untuk itu, Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey meminta pemerintah dapat menyesuaikan formula HPM bijih nikel, alih-alih menaikkan tarif royalti bagi komoditas mineral logam andalan Indonesia tersebut.
“Dibandingkan dengan indeks harga pasar seperti Shanghai Metals Market [SMM], HPM bijih nikel amat sangat rendah. Dalam dua tahun terakhir, ada potensi kerugian nilai pasar sebesar US$6,3 miliar jika dibandingkan dengan SMM,” kata Meidy dalam diskusi Wacana Kenaikan Tarif Royalti Pertambangan, dikutip Selasa (18/3/2025).

Selain revisi HPM, APNI meminta pemerintah memperhitungkan komoditas besi dan kobalt yang terkandung dalam nikel untuk dimonetisasi. Bijih nikel yang dipakai dalam proses pirometalurgi acapkali tidak pernah diperhitungkan kandungan besinya.
Begitu pun dengan mixed hydroxide precipitate (MHP)—yang diproduksi dari proses hidrometalurgi—juga memonetisasi kandungan kobalt. Padahal bijih nikel yang dipakai dalam proses tersebut tidak diperhitungkan kandungan kobaltnya.