Eduard Gismatullin dan Prima Wirayani - Bloomberg News
Bloomberg, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tekanan pada Selasa (18/03/2025), dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran terhadap pelemahan konsumsi serta langkah-langkah populis Presiden Prabowo Subianto.
IHSG merosot hingga 7,1%, menjadi penurunan terdalam sejak September 2011, yang memicu penghentian perdagangan sementara (trading halt) untuk pertama kalinya sejak pandemi. Sementara itu, rupiah melemah hingga 0,5% terhadap dolar AS, memaksa Bank Indonesia (BI) untuk melakukan intervensi guna mempertahankan nilai tukar. Obligasi negara juga mengalami tekanan dan mencatatkan pelemahan.
Para pelaku pasar terkejut dengan anjloknya saham Indonesia, yang bertolak belakang dengan tren kenaikan di pasar regional. Para trader menyebut kombinasi beberapa faktor sebagai pemicu penurunan ini, termasuk sentimen negatif yang sudah lemah akibat data keyakinan konsumen yang mengecewakan. Spekulasi mengenai kemungkinan perubahan dalam kepemimpinan Kementerian Keuangan turut memperburuk situasi sebelum akhirnya dibantah oleh pemerintah.
"Kekhawatiran semacam ini menciptakan lebih banyak dampak negatif dibandingkan faktor fundamental saat ini," ujar Sat Duhra, manajer portofolio di Janus Henderson Investors, Singapura.

Setelah bantahan dari pemerintah, IHSG memangkas kerugiannya menjadi 3,7%.
Namun, pasar tetap cemas terhadap kebijakan Presiden Prabowo, yang mendorong pengalihan anggaran ke proyek-proyek prioritasnya. Hal ini diperparah oleh defisit anggaran awal tahun yang jarang terjadi serta penurunan drastis 20% dalam penerimaan negara. Dampaknya, banyak investor yang terpaksa melakukan likuidasi paksa, terutama mereka yang melakukan transaksi margin trading, ujar Mohit Mirpuri, manajer dana di SGMC Capital Pte.
"Sentimen pasar masih lemah, dan tidak ada aliran dana baru yang masuk untuk menopang pasar menjelang libur panjang," tambahnya. Bursa saham Indonesia akan ditutup dari 28 Maret hingga 7 April untuk libur nasional.
Pada sesi perdagangan pagi, IHSG sempat terkena suspensi selama 30 menit setelah mengalami penurunan 5%, pertama kalinya sejak akhir 2020. Penurunan terbesar dipimpin oleh saham emiten besar seperti PT DCI Indonesia, penyedia layanan pusat data, serta PT Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Aliran Dana Asing Keluar
Gejolak ini semakin memperburuk kinerja bursa saham Indonesia, yang saat ini termasuk dalam jajaran bursa dengan performa terburuk di dunia pada 2025. Penguatan dolar AS serta meningkatnya ketegangan perdagangan global telah memicu arus keluar dana asing, dengan investor asing menarik sekitar US$1,65 miliar dari saham domestik secara bersih sejak awal tahun.
"Aliran dana keluar dalam beberapa hari terakhir sangat besar karena investor beralih ke aset yang lebih aman," kata Edward Lowis, kepala riset di PT Sucor Sekuritas. Ia menambahkan bahwa fundamental pasar ekuitas Indonesia juga sedang tidak dalam kondisi baik, dengan pertumbuhan laba perusahaan yang diperkirakan stagnan tahun ini.
Pekan lalu, Goldman Sachs Group Inc menurunkan peringkat saham Indonesia dari overweight menjadi market weight. Selain itu, rekomendasi untuk obligasi quasi-sovereign bertenor 10 hingga 20 tahun juga diturunkan setelah sebelumnya menjadi salah satu aset favorit investor global.
Kini, perhatian pasar tertuju pada keputusan suku bunga Bank Indonesia yang dijadwalkan pada Rabu (19/03/2025). Investor menantikan potensi langkah intervensi untuk menstabilkan nilai tukar rupiah sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi.
(bbn)