Natalia Drozdiak dan Greg Sullivan - Bloomberg News
Bloomberg, Donald Trump mengungkapkan bahwa Amerika Serikat dan Rusia telah membahas pembagian "aset" sebagai bagian dari upaya mengakhiri konflik di Ukraina. Pernyataan ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Trump mungkin akan mengorbankan kepentingan Kyiv dalam pembicaraannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Selasa (18/03/2025).
Salah satu tujuan utama panggilan telepon tersebut adalah untuk meyakinkan Putin agar menyetujui gencatan senjata selama 30 hari yang telah diusulkan Trump bulan ini dan telah disetujui oleh Ukraina. Namun, Putin hingga kini belum memberikan komitmen penuh. Ia hanya menyatakan bahwa dirinya menerima gagasan itu "secara prinsip," tetapi masih memiliki beberapa syarat yang harus dipenuhi.
"Besok pagi, saya akan berbicara dengan Presiden Putin mengenai perang di Ukraina," tulis Trump dalam sebuah unggahan di media sosial pada Senin (17/03/2025) malam. "Banyak elemen dari Kesepakatan Akhir telah disetujui, tetapi masih banyak yang harus diselesaikan."
Pernyataan Trump, ditambah dengan komentarnya kepada wartawan pada Minggu malam tentang negosiasi pembagian aset antara kedua pihak, mengindikasikan bahwa keputusan-keputusan penting sudah dibuat—baik dengan atau tanpa persetujuan Ukraina.

Kyiv dan sekutu-sekutu Eropanya khawatir Trump akan menekan mereka agar menerima kesepakatan yang menguntungkan Rusia, membuat Ukraina semakin rentan terhadap Kremlin di masa depan. Selain pembahasan gencatan senjata, perbincangan antara Trump dan Putin—yang merupakan komunikasi kedua mereka sejak Trump kembali menjabat—juga diperkirakan akan membahas kepentingan ekonomi yang lebih luas serta kemungkinan pertemuan langsung antara kedua pemimpin sebagai bagian dari upaya Gedung Putih untuk merestrukturisasi hubungan dengan Moskow.
Meskipun Putin belum memberikan komitmen publik terhadap rencana gencatan senjata yang telah disepakati pekan lalu oleh pejabat AS dan Ukraina, Trump dan timnya tetap optimistis mengenai peluang untuk menghentikan pertempuran di sepanjang garis perbatasan yang membentang sejauh 1.900 kilometer.
Namun, sinyal yang diberikan sejauh ini telah memicu kekhawatiran di kalangan kritikus Trump. Trump, yang dalam kampanyenya berjanji akan mengakhiri perang dengan cepat—bahkan mungkin sebelum ia kembali ke Gedung Putih—dikhawatirkan akan memberikan konsesi kepada Rusia tanpa persetujuan Ukraina. Hal ini dapat menempatkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dalam posisi yang sangat sulit.
"Skenario terburuk bagi Ukraina adalah jika Trump diyakinkan oleh Putin bahwa klaim Rusia itu sah dan dapat diterima, lalu menekan Ukraina untuk menerimanya," ujar Ann Marie Dailey, peneliti kebijakan di RAND yang berfokus pada Rusia dan isu militer. "Karena tujuan utama Trump adalah menghentikan pertempuran, sangat mungkin ia akan menekan Ukraina untuk menyerahkan sebagian wilayahnya atau akses ke fasilitas ekonomi dan industri tertentu demi mencapai perdamaian."
Senator Jeanne Shaheen, anggota teratas dari Partai Demokrat di Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS, memperingatkan Trump agar "tidak tertipu oleh sanjungan palsu atau taktik manipulatif Vladimir Putin."
Utusan khusus Gedung Putih, Steve Witkoff, yang bertemu dengan Putin pada 13 Maret untuk mendorong kesepakatan gencatan senjata 30 hari yang telah disepakati AS dan Ukraina di Jeddah, Arab Saudi, menyebut pertemuannya dengan Putin sebagai "positif."
Namun, detail negosiasi antara AS dan Rusia masih minim. Saat berbicara kepada wartawan di Air Force One pada Minggu (16/03/2025) malam, Trump menyebutkan bahwa kedua pihak sedang mendiskusikan "pembagian aset tertentu," termasuk pembangkit listrik—sebuah referensi yang tampaknya mengarah pada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Zaporizhzhia yang saat ini dikuasai Rusia di Ukraina.
"Kami akan berbicara tentang pembangkit listrik," kata Trump. "Itu adalah salah satu isu besar, tetapi saya rasa sebagian besar sudah dibahas secara mendalam oleh kedua pihak, Ukraina dan Rusia."
Sinyal Ekonomi dari Moskow
Sebagai bagian dari potensi keterbukaan ekonomi, Putin mengizinkan beberapa dana investasi internasional, termasuk yang berbasis di AS, untuk menjual sekuritas Rusia mereka. Dalam sebuah dekrit presiden, Putin mengizinkan 683 Capital Partners LP yang terdaftar di AS untuk membeli sekuritas perusahaan-perusahaan Rusia yang sebelumnya dimiliki oleh sejumlah manajer aset dan hedge fund Barat. Beberapa di antaranya adalah Franklin Advisers Inc, Templeton Asset Management Ltd, dan Baillie Gifford Overseas Ltd.
Namun, Putin terus menolak seruan untuk menghentikan perang secara cepat. Ia mengklaim bahwa Rusia menginginkan kesepakatan yang lebih "berkelanjutan," sambil tetap menuntut berbagai syarat yang sulit diterima Kyiv.
Pejabat Ukraina dan beberapa pemimpin Eropa melihat hal ini sebagai taktik Moskow untuk mengulur waktu, dengan anggapan bahwa Rusia sebenarnya tidak berniat bernegosiasi dengan itikad baik. Sementara itu, pasukan Rusia terus mencetak kemajuan di medan perang, termasuk merebut kembali sebagian besar wilayah di wilayah Kursk yang sebelumnya diduduki Ukraina dan digunakan sebagai alat tawar dalam perundingan damai.
Presiden Zelenskiy menegaskan kesiapan negaranya untuk gencatan senjata tanpa syarat. "Ukraina siap untuk gencatan senjata 30 hari tanpa syarat," tulisnya di X setelah berbicara dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Senin. "Namun, agar ini dapat terlaksana, Rusia harus berhenti menetapkan syarat-syarat tambahan."
Moskow sendiri telah menetapkan sejumlah tuntutan, termasuk mempertahankan wilayah yang telah direbut oleh pasukan Rusia, membatasi kekuatan militer Ukraina, serta menghentikan aliran bantuan militer dari Barat.
Rusia juga menegaskan bahwa keinginan Ukraina untuk bergabung dengan NATO adalah garis merah yang tidak bisa dinegosiasikan—posisi yang secara terbuka didukung oleh Trump. Namun, bagaimana tuntutan ini dapat diformalkan dalam sebuah perjanjian masih menjadi tanda tanya besar, mengingat Ukraina harus secara resmi mencabut aspirasinya untuk bergabung dengan NATO, yang juga membutuhkan persetujuan dari 32 negara anggota aliansi.
Para pemimpin Eropa secara terbuka mengungkapkan kekhawatiran bahwa Trump dapat memberikan konsesi yang melemahkan keamanan Ukraina dan Eropa dalam negosiasi langsungnya dengan Putin.
Menteri Luar Negeri Lithuania, Kęstutis Budrys, menegaskan bahwa Trump seharusnya menekan Putin agar menerima gencatan senjata dengan tegas.
"Trump seharusnya mengatakan kepada Putin: terima gencatan senjata ini sekarang, atau besok kesepakatannya akan lebih buruk, dan akan lebih buruk lagi lusa," ujar Budrys dalam wawancara dengan Bloomberg di markas NATO di Brussel pada Senin.
"Tidak ada indikasi bahwa Rusia benar-benar ingin mencapai kesepakatan, dan tidak ada tanda-tanda mereka akan mundur dari tuntutan mereka," tambahnya.
(bbn)