Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid tak menggubris ketika ditanya komentarnya terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi  Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) tahun 2020 hingga 2024.

Ia hanya menguraikan kesiapan launching Pusat Data Nasionl (PDN) yang akan terjadi April, atau lebih lambat dari targetnya yakni di bulan Maret. "Ini karena bulan suci Ramadan, mudah-mudahan tidak meleset, dari Maret paling lama [launching PDN] April," ucap Meutya di kantornya, Selasa (18/3/2025).

Aparat penegak hukum (APH) melalui Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat tengah melakukan penyelidikan dugaan korupsi spesifik pengadaan barang/jasa dan pengelolaan PDNS senilai Rp958 miliar.

Bersamaan dengan pertanyaan tersebut, Meutya hanya menjawab terkait rencana kebijakan Komdigi atas pembatasan media sosial pada anak. Pekan lalu Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komdigi Ismail telah menyampaikan bahwa pihaknya berkomitmen penuh terhadap prinsip transparansi, akuntabilitas, dan tata kelola yang baik dalam setiap proses pengadaan barang dan jasa,

Komdigi, terang Ismail, juga menyatakan dukungan penuh terkait proses penegakan hukum tersebut.  "Kami siap memberikan informasi dan data yang dibutuhkan guna memastikan proses hukum berjalan dengan lancar," tegas Ismail dalam keterangan tertulis Jumat (14/3/2025).

Dalam keterangan resminya, Kejari Pusat menyatakan, penyelidikan bermula usai adanya temuan indikasi adanya rekayasa dalam proses pengadaan proyek. Diduga melibatkan pejabat Kemenkominfo yang bekerja sama dengan perusahaan swasta untuk memenangkan kontrak secara tidak sah.

Disebutkan kongkalikong melibatkan pejabat Kominfo dengan pihak swasta yakni PT AL atau PT Aplikasinusa Lintasarta. Kejari Pusat telah dilakukan penggeledahan dimana tim penyidik menyita berbagai barang bukti, seperti dokumen, uang, kendaraan, tanah dan bangunan, serta barang bukti elektronik yang diduga terkait dengan kasus korupsi ini.

Head of Corporate Communications Lintasarta, Dahlya Maryana memberi respons bahwa pihaknya menghormati seluruh proses hukum yang berlangsung dan akan kooperatif dalam memberikan informasi yang dibutuhkan.

Ilustrasi pusat data. (Bloomberg)

Pemeriksaan dugaan rekayasa tender PDNS ini terjadi di empat lokasi berbeda, dengan rincian proyek sebagai berikut:

  1. 2020: PT. AL memenangkan kontrak senilai Rp60,37 miliar melalui pengkondisian.
  2. 2021: Perusahaan yang sama kembali menang dengan nilai kontrak Rp102,67 miliar.
  3. 2022: Syarat tertentu dihilangkan agar perusahaan tersebut kembali menang, dengan kontrak Rp188,9 miliar.
  4. 2023: Perusahaan memenangkan pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak Rp350,95 miliar.
  5. 2024: Perusahaan yang sama kembali menang dengan kontrak Rp256,57 miliar, meskipun bermitra dengan pihak yang tidak memenuhi standar ISO 22301.

Proyek hampir Rp1 triliun ini dalam pelaksanannya, berdasarkan keterangan Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jakara Pusat Bani Immanuel Ginting,  tidak sesuai dengan Perpres No. 95/2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik "yang hanya mewajibkan pemerintah untuk membangun Pusat Data Nasional (PDN) dan bukan PDNS serta tidak dilindunginya keseluruhan data sesuai dengan BSSN."

(prc/wep)

No more pages