Greg Sullivan - Bloomberg News
Bloomberg, Kremlin mengonfirmasi bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin akan berbicara dengan Presiden Donald Trump hari ini, Selasa (18/3/2025) waktu setempat, di tengah desakan AS untuk gencatan senjata dalam perang di Ukraina.
"Pembicaraan semacam itu sedang dipersiapkan untuk Selasa," kata juru bicara Putin, Dmitry Peskov kepada wartawan pada Senin, seperti diberitakan Interfax. Ia menolak berkomentar lebih lanjut mengenai rencana diskusi tersebut.
Trump pertama kali mengumumkan rencana tersebut kepada wartawan di Air Force One pada Minggu. Ia mengklaim ada "peluang yang sangat bagus" untuk kesepakatan gencatan senjata. "Saya kira kami melakukannya dengan cukup baik dengan Rusia," katanya. "Kita lihat apakah ada sesuatu yang akan diumumkan mungkin pada Selasa."
AS mendesak Rusia untuk menyetujui gencatan senjata selama 30 hari yang telah disetujui oleh Ukraina. Meski mengatakan Rusia pada prinsipnya bersedia mempertimbangkan gencatan senjata, Putin bersikeras pada sejumlah syarat sebelum ia berkomitmen untuk menghentikan invasi yang ia mulai tiga tahun lalu.
Tanggal rencana panggilan telepon ini sarat dengan simbolisme bagi Putin, yang mendeklarasikan 18 Maret sebagai hari tahunan "penyatuan kembali" Rusia dengan Krimea untuk menandai pencaplokan semenanjung Laut Hitam di Ukraina pada 2014.
Pada sebuah konser di Lapangan Merah tahun lalu yang menandai peringatan 10 tahun pencaplokan wilayah tersebut, Putin mengatakan pada penduduk Rusia, "hal yang sama juga berlaku untuk wilayah-wilayah di Ukraina timur yang telah diduduki Rusia sejak ia memerintahkan invasi berskala besar pada tahun 2022.
Pemimpin Rusia itu juga akan berbicara dengan Trump setahun setelah ia merayakan perolehan 87% suara untuk masa jabatan kelimanya dalam Pemilu 17 Maret 2024 yang dikontrol ketat oleh Kremlin.
Ini akan menjadi panggilan telepon kedua antara Trump dan Putin. Yang pertama, pada 12 Februari, diikuti beberapa hari kemudian oleh pertemuan antara pejabat tinggi AS dan Rusia di Arab Saudi, di mana mereka sepakat menghidupkan kembali hubungan diplomatik. Para pejabat Rusia dan AS mengadakan pembicaraan lebih lanjut di Istanbul bulan lalu.
Utusan AS Steven Witkoff bertemu dengan Putin di Moskow pekan lalu. Meski begitu Witkoff tidak mengungkap apa yang mereka diskusikan. Ini adalah kali kedua mereka mengadakan pembicaraan.
Ukraina menerima proposal rancangan AS untuk gencatan senjata selama 30 hari dalam pembicaraan antara kedua belah pihak di Kota Jeddah, Arab Saudi pekan lalu.

Serangkaian keterlibatan antara Washington dan Moskow membuat para pemimpin Eropa khawatir Trump mungkin akan mengalah terlalu banyak atas nama Ukraina dalam pertukaran langsung dengan Putin.
Putin telah menangkis upaya-upaya untuk menghentikan pertempuran saat pasukannya membuat kemajuan tambahan di medan perang, termasuk memukul mundur pasukan Ukraina dari sebagian besar wilayah Kursk, Rusia, yang mereka rebut dalam serangan mendadak tahun lalu.
Trump mengatakan bahwa sebagian besar pembicaraan yang direncanakan pada Selasa akan membahas tentang wilayah.
"Banyak wilayah yang jauh berbeda dibandingkan sebelum perang, seperti yang Anda ketahui," katanya kepada wartawan. "Kita akan berbicara tentang lahan, kami akan berbicara tentang pembangkit listrik — itu, Anda tahu, itu pertanyaan besar."
"Kami sudah membicarakan hal itu, membagi-bagi aset tertentu," tambahnya.
Menteri Luar Negeri Finlandia Elina Valtonen mengatakan Rusia perlu memberikan konsesi karena "jika tidak, Anda akan mengompromikan hukum internasional dan Piagam PBB, yang akan berdampak secara global."
"Agar lebih jelas, saya pikir upaya tulus Presiden Trump untuk benar-benar mencapai perdamaian di sini tidak boleh disalahgunakan oleh Putin untuk semakin melemahkan Ukraina," katanya kepada wartawan pada Senin.
Putin mengatakan ia menginginkan penyelesaian jangka panjang, tetapi bersikeras pada persyaratan yang akan sulit diterima Kyiv. Kremlin sebelumnya menuntut agar Ukraina menjadi negara netral, secara signifikan mengurangi jumlah angkatan bersenjatanya dan menyerahkan wilayah yang telah direbut Rusia dalam perang, sembari mengabaikan ambisi untuk bergabung dengan aliansi militer NATO.
Pejabat tinggi kebijakan luar negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, mengatakan persyaratan yang diajukan Moskow menunjukkan bahwa "mereka tidak benar-benar menginginkan perdamaian."
"Mereka mengajukan syarat-syarat yang merupakan tujuan akhir yang ingin mereka capai dari perang ini," ujarnya kepada wartawan sebelum para menteri luar negeri Uni Eropa bertemu di Brussels pada Senin. "Kami benar-benar perlu memastikan keputusan ada di tangan Rusia."
Sementara itu, Ukraina menekankan perlunya jaminan keamanan yang cukup kuat untuk mencegah Rusia kembali menyulut perang di masa depan.
Sunday Times melaporkan, mengutip narasumber-narasumber senior pemerintah, bahwa para pejabat Eropa menyusun rencana untuk mengirim lebih dari 10.000 tentara penjaga perdamaian ke Ukraina.
Sebagian besar mungkin akan berasal dari Inggris dan Prancis, menurut surat kabar tersebut, yang juga mengatakan, sekitar 35 negara telah setuju untuk memasok senjata, serta dukungan logistik dan intelijen untuk misi tersebut.
Para pemimpin Eropa ingin pasukan apa pun di medan perang di Ukraina didukung oleh jaminan keamanan AS dalam bentuk kekuatan udara, intelijen, dan pengawasan perbatasan. Masih belum jelas apakah Trump bersedia melakukan hal itu.
(bbn)