Bloomberg Technoz, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan kategori wajib pajak yang menjadi sasaran untuk meningkatkan penerimaan pajak pada tahun ini adalah wajib pajak badan atau perusahaan, bukan wajib pajak orang pribadi.
"Mengenai kategori wajib pajak yang disebutkan dalam koferensi pers APBNKiTa adalah wajib pajak badan," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Dwi Astuti kepada Bloomberg Technoz, dikutip Selasa (18/3/2025).
Sebelumnya, Kemenkeu mengatakan sudah mengidentifikasi lebih dari 2.000 wajib pajak sebagai salah satu inisiatif strategis untuk meningkatkan penerimaan negara.
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan pemerintah akan melakukan analisis, pengawasan, pemeriksaan, penagihan dan intelijen kepada wajib pajak tersebut untuk mendapatkan tambahan penerimaan negara.
"Transformasi program bersama antara eselon 1 di Kementerian Keuangan, ada lebih dari 2.000 wajib pajak yang kita sudah identifikasi," ujar Anggito dalam konferensi pers, dikutip Senin (17/03/2025).
Selain itu, inisiatif strategis Kemenkeu untuk optimalisasi penerimaan negara di antaranya adalah perpajakan transaksi digital dalam negeri dan luar negeri termasuk pelacakan. Kemenkeu juga melakukan program digitalisasi untuk mengurangi penyelundupan. "Untuk mengurangi adanya cukai dan rokok palsu dan salah peruntukan."
Selanjutnya, Kemenkeu juga melakukan intensifikasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sumber daya alam (batu bara, nikel, timah, bauksit, dan satuan tugas sawit).
Sekadar catatan, realisasi pendapatan negara sampai Februari 2025 tercatat sebesar Rp316,9 triliun. Angka ini merosot Rp83,46 triliun atau 20,84% dibanding pendapatan negara pada periode yang sama tahun lalu, tepatnya Februari 2024 yang mencapai Rp400,36 triliun.
Sekitar seperempat perusahaan di Indonesia melakukan tindakan penghindaran pajak alias tax evasion, menurut hasil studi Bank Dunia.
Lemahnya kepatuhan pembayaran pajak di Indonesia menjadi salah satu faktor utama mengapa penerimaan pajak di Indonesia rendah. Penghindaran pajak lebih sering terjadi pada perusahaan non-eksportir, juga kalangan usaha yang menganggap administrasi pajak sebagai beban besar dan menghadapi persaiangan informal yang kuat.
Sekitar setengah dari perusahaan di Indonesia melaporkan bahwa mudah bagi mereka menghindari pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Badan atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Sebagian yang lain menganggap kepatuhan pajak terlalu rumit terutama di kalangan usaha kecil. Tantangan itu mencerminkan kelemahan dalam administrasi pajak dan kurangnya insentif kepatuhan sukarela yang disebabkan oleh kompleksitas dan rendahnya kesadaran pajak, menurut Bank Dunia.
"Kepercayaan para pembayar pajak atau kompleksitas sistem perpajakan dapat berperan dalam menentukan pilihan mereka untuk melalukan penggelapan," kata Senior Economist Bank Dunia Rong Qian, dalam peluncuran laporan Indonesia Economic Outlook di Jakarta.
(lav)